Sabtu, 19 Maret 2011

Patung dan Gambar, Syiar Kaum Kuffar

Islam bangkit untuk seluruh umat manusia agar beribadah kepada Allah saja, dan menghindarkannya dari penyembahan kepada selain Allah seperti para wali dan orang sholeh yang dilukiskan dalam patung dan arca-arca. Ajakan seperti ini sudah lama terjadi sejak Allah mengutus Rasul-rasulnya untuk memberikan petunjuk kepada manusia.

Firmannya :

ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت

“Sesunguhnya kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (yang berseru) sembahlah Allah dan tinggalkan thaghut itu.” (An Nahl : 36).

Thaghut : ialah segala sesuatu selain Allah yang disembah dengan rela hatinya.

Patung-patung itu telah disebut dalam surah Nuh. Dalil yang paling jelas mengenai patung sebagai gambar orang shalih adalah hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman Allah :

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا(23) وقد أضلوا كثيرا

Dan mereka berkata : “Dan jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula meninggalkan “wadd, suwa, yaghuts, ya’uq dan nasr, dan sungguh mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia.” (Nh : 23-24).

Kata Ibnu Abbas : “Itu semua adalah nama-nama orang shaleh dari kaum Nabi Nuh u, ketika mereka mati setan membisiki mereka agar membuat patung-patung mereka di tempat-tempat duduk mereka dan memberi nama patung-patung itu dengan nama-nama mereka. Kaum itu melaksanakannya. Pada waktu itu belum disembah, setelah mereka mati dan ilmu sudah dilupakan, barulah patung-patung itu disembah orang.”

Kisah ini memberikan pengertian bahwa sebab penyembahan selain Allah, adalah patung-patung pemimpin suatu kaum. Banyak orang yang beranggapan bahwa patung, gambar-gambar itu halal karena pada saat ini tidak ada lagi yang menyembah patung.

Pendapat itu dapat dibantah sebagai berikut :

1. Penyembahan patung masih ada pada saat ini, yaitu gambar Isa dan bunda Maryam di gereja-gereja sehiggga orang Kristen menundukkan kepala kepada salib. Banyak juga gambar Isa itu dijual dengan harga tinggi untuk diagungkan, digantungkan di rumah-rumah dan sebagainya.

2. Patung para pemimpin negara maju dalam materi tetapi mundur di bidang rohani, bila lewat di depan patung membuka topinya sambil membungkukkan punggungnya seperti George Washington di Amerika, patung Napoleon di prancis, patung Lenin dan Stalin di rusia dan lain-lain.

Ide membuat patung ini menjalar ke negara-negara Arab. Mereka membuat patung di pinggir-pinggir jalan meniru orang kafir dan patung-patung itu masih dipasang di negeri arab maupun di negeri Islam lainnya.

(Di Indonesia, gambar dan patung dianggap bagian dari pelestarian budaya, red).

Alangkah baiknya jika dana untuk membuat patung itu dipergunakan untuk membangun masjid, sekolah, rumah sakit santunan sosial yang lebih bermanfaat.

3. Patung-patung semacam itu lama-kelamaan akan disembah orang seperti yang terjadi di Eropa dan Turki. Mereka sebenarnya telah ketularan warisan kaum Nabi Nuh yang mempelopori pembuatan patung pamimpin-pemimpin mereka yang pada mulanya hanya sekedar kenang-kenangan penghormatan kepada pemimpinnya yang akhirnya berubah mejadi sesembahan.

4. Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam sungguh telah memerintahkan Ali bin Abi Tholib dengan sabdanya :

لا تدع تمثالا إلا طمسته ولا قبرا مشرفا إلا سويته. رواه مسلم.

“Jangan kau biarkan patung-patung itu sebelum kau hancurkan dan jangan pula kau tinggalkan kuburan yang menggunduk tinggi sebelum kau ratakan.” (riwayat Muslim).

Bahaya Gambar dan Patung

Islam tidak mengharamkan sesuatu kecuali ada bahaya yang mengancam agama, akhlak dan harta manusia. Orang Islam yang sejati adalah yang tanpa reserve menerima perintah Allah dan Rasulnya meskipun belum mengerti sebab atau alasan perintah Allah tersebut.

Agama melarang patung dan gambar karena banyak mendatangkan bahaya seperti :

1. Dalam agama dan aqidah : patung dan gambar merusak aqidah orang banyak seperti orang Kristen menyembah patung Isa dan bunda Maryam serta salib. Orang Eropa dan Rusia menyembah patung pemimpin mereka, menghormati dan mengagungkannya. Orang-orang Islam telah meniru orang eropa membuat patung pemimpin mereka baik di negeri Islam Arab maupun bukan Arab.

Para Ahli tariqat dan tasawwuf kemudian membuat pula gambar guru-guru mereka yang diletakkan di muka mereka pada waktu shalat dengan maksud menerima bantuan kepada patung atau gambar untuk mengkhusyu’kan shalatnya.

Demikian pula yang diperbuat oleh para pencinta nyanyian. Mereka menggantungkan gambar para penyanyi untuk diagungkan. Begitu pula para penyiar radio pada waktu perang dengan yahudi tahun 1967 berteriak :

“maju terus ke depan, penari fulan dan fulanah bersamamu,” seharusnya ia berseru :

“Maju terus, Allah bersamamu.”

Karena itu maka tentara Arab kalah total, sebab Allah tidak membantu mereka. Demikian juga penari-penyanyi yang mereka sebut-sebut pun tidak kunjung memberikan bantuan apapun.

Harapanku semoga bangsa Arab mengambil pelajaran dari kakalahan ini dan segera bertaubat agar Allah menolong mereka.

2. Adapun bahaya gambar dalam merusak akhlak generasi muda sangat nyata. Di jalan-jalan utama terpampang gambar-gambar penari telanjang yang memang sangat digandrungi oleh mereka, sehingga dengan sembunyi atau terang-terangan mereka berbuat keji yang merusak akhlak mereka. Mereka sudah tidak lagi mau memikirkan agama dan negara, jiwa kesucian, kehormatan dan jihad sudah luntur dari jiwa mereka.

Demikianlah gambar-gambar itu menghias poster-poster, majalah dan surat kabar, buku iklan bahkan di pakaian pun gambar porno itu sudah dipasang orang, belum lagi apa yang disebut blue film.

Ada lagi model karikatur yang memperjelek gambar makhluk Allah dengan hidung panjang, kuping lebar dan sebagainya, padahal Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling bagus.

3. Adapun secara material bahaya gambar sudah jelas dan tidak perlu dalil lagi. Patung-patung itu dibuat dengan biaya mahal sampai jutaan rupiah, dan banyak orang membelinya untuk digantung di dinding rumah, demikian pula lukisan-lukidan orang tua yang telah meninggal dibuat dengan biaya yang tidak sedikit, yang apabila disedekahkan dengan niat agar pahalanya sampai kepada almarhum akan lebih bermanfaat baginya.

Yang lebih jelek lagi adalah gambar seorang laki-laki bersama isterinya waktu malam perkawinan dipasang di rumah agar orang melihatnya. Ini seakan-akan isterinya itu bukan miliknya sendiri tetapi milik setiap orang yang melihat.

Apakah Hukumnya Gambar seperti patung

Sebagian orang menyangka bahwa hukum haram itu untuk patung saja seperti yang terdapat pada zaman jahiliyah, tidak mencakup hukum gambar. Pendapat ini asing sekali karena seolah-olah ia belum pernah membaca nash-nash yang mengharamkan gambar seperti di bawah ini :

1- Sabda Rasululloh ‘alaihissolatu wassalam :

عن عائشة رضي الله عنها أنها اشترت نمرقة فيها تصاوير فلما رآها رسول الله قام على الباب لم يدخل فعرفت في وجهه الكراهية فقالت : يا رسول الله أتوب إلى الله وإلى رسوله فبماذا أذنبت فقال رسول الله ما بال هذه النمرقة فقالت : اشتريتها لتقعد عليها وتوسدها فقال رسول الله : إن أصحاب هذه التصاوير يعذبون يوم القيامة ويقال لهم أحيوا ما خلقتم ثم قال : إن البيت الذي فيه الصور لا تدخله الملائكة . متفق عليه

“Diriwayatkan dari Aisyah bahwa ia membeli bantal kecil buat sandaran yang ada gambarnya-gambarnya. Ketika Rasululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam melihatnya beliau berdiri di pintu tidak mau masuk maka ia mengetahui ada tanda kebencian di muka Rasululloh dari Aisyah pun berkata : aku bertaubat kepada Allah dan Rasulnya, apakah gerangan dosa yang telah kuperbuat? Rasulullah menjawab : bagaimana halnya bantal itu? Aisyah menjawab, Saya membelinya agar engkau duduk dan bersandar, kata Rasulullah ‘Sesungguhnya orang yang membuat gambar ini akan disiksa pada hari kiamat seraya dikatakan kepada mereka : hidupkanlah gambar-gambar yang kamu buat itu. Sungguh rumah yang ada gambar ini di dalamnya tidak dimasuki Malaikat.” (Riwayat Bukhari Muslim)

2.Sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pula :

أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهئون بخلق الله (الرسام والمصورن يشابهون خلق الله). متفق عليه.

“Manusia yang paling pedih siksaannya di hari kiamat ialah yang meniru Allah menciptakan makhluk (pelukis, penggambar adalah peniru Allah dalam menciptakan makhluknya).” (Riwayat Bukhari Muslim)

3. Sabda Shalallahu ‘alaihi wassalam

أن النبي لما رأى الصور في البيت لم يدخل حتى محيت. رواه البخاري

“Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam ketika melihat gambar di rumah tidak mau masuk sebelum gambar itu dihapus” (riwayat Bukhari).

4. Sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam

نهى الرسول عن الصور في البيت ونهى الرجل أن يصنع ذلك. رواه الترمذي

“Rasulullah melarang gambar-gambar di rumah dan melarang orang berbuat demikian.” (riwayat Turmudzi).

Gambar dan Patung yang diperbolehkan

1. Gambar dan lukisan pohon, binatang matahari, bulan, gunung, batu, laut, sungai, tempat-tempat suci seperti masjid, Ka’bah yang tidak memuat gambar orang dan binatang, pemandangan yang indah. Dalilnya adalah kata Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu :

إن كنت لا بد فاعلا فاصنع الشجر وما لا نفس له. رواه البخاري

“Apabila anda harus membuat gambar, gambarlah pohon atau sesuatu yang tidak ada nyawanya.” (riwayat Bukari).

2. Foto yang dipasang di kartu pengenal seperti paspor, SIM, dan lain-lain yang mengharuskan adanya foto. Semuanya itu dibolehkan karena darurat (keperluan yang tidak bisa ditinggalkan).

3. Foto pembunuh, pencuri, penjahat agar mereka dapat ditangkap untuk dihukum.

4. Barang mainan anak perempuan yang dibuat dari kain sebangsa boneka berupa anak kecil yang dipakaikan baju dan sebagainya dengan maksud untuk mendidik anak perempuan rasa kasih sayang terhadap anak kecil. Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata :

كنت ألعب بالبنات عند النبي . رواه البخاري

“Saya bermain-main dengan boneka berbentuk anak perempuan di depan Nabi r.” (riwayat Bukhari).

Tidak boleh membeli mainan negara asing untuk anak-anak, terutama mainan yang membuka aurat sebab anak-anak akan menirunya yang berakibat merusak akhlak serta pemborosan dengan membelanjakan kekayaan untuk negara asing dan negara yahudi.

5. Diperbolehkan gambar yang dipotong kepalanya sehingga tidak menggambarkan makhluk bernyawa lagi seperti benda mati.

Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah mengenai gambar : “Perintahkanlah orang untuk memotong kepala gambar itu, dan perintahkanlah untuk memotong kain penutup (yang ada gambarnya) supaya dijadikan dua bantal yang dapat diduduki.” (shahih, riwayat Abu Daud)

Sunnah-sunnah yang Dihidupkan oleh Imam Al-wadi'iy

Sunnah-sunnah yang Dihidupkan oleh Imam Al-wadi'iy

Syaikh Muqbil –rohimahulloh- di awal dakwahnya berada di lingkungan Syi’ah dan Rofidhoh, sehingga praktek ibadah yang dilakukan ummat waktu itu jauh sekali dari tuntunan syari’at yang benar. Oleh karena itu, beliau ketika mengamalkan dan menampakkan sunnah yang benar harus mengalami hambatan dan ujian yang tidak ringan, akan tetapi Allohlah yang memiliki dien ini dan Dia pula yang pasti menjaganya dan menolong orang yang ingin menegakkan dien-Nya.Maka dengan pertolongan Alloh, beliau berhasil memberikan perobahan total pada masyarakat secara keseluruhan di negeri Yaman. Maka bukanlah berlebihan kalau beliau dijuluki “Mujaddid” atas usaha yang beliau curahkan untuk Islam dan muslimin.
Setelah beliau menghadap Alloh, segala usaha pun dilanjutkan oleh kholifahnya Syaikh Yahya Al-Hajuri dengan tanpa merobah atau mengurangi apa yang telah berhasil ditegakkan bahkan beliau menambah menghidupkan beberapa sunnah yang belum sempat dihidupkan di zaman Syaikh Muqbil.


` Di sini kami paparkan sunnah-sunnah yang Syaikh Muqbil hidupkan dan tambahan-tambahan sunnah yang dihidupkan Syaikh Yahya, kami nukilkan kebanyakan masalah-masalah ini dari kitab Syaikh Abdul Hamid Al- Hajuri yang berjudul “Al–Bayanul-Hasan,” di antara sunnah tersebut terbagi dua bagian:


Bagian pertama masalah Aqidah dan Tauhid.


1)- Memurnikan `Aqidah ummat dari kesyirikan-kesyirikan dan aqidah sesat seperti menyembah kubur dan ekor-ekornya, sehingga sekarang di Yaman hampir-hampir musnah keyakinan-keyakinan seperti itu.

2)- Musnahnya kubah-kubah di atas kubur dan sesaji-sesaji untuk ahlil kubur.

3)- Menghapus sumpah atas nama selain Alloh.

4)- Memerangi perdukunan, santet, paranormal, dan yang sejenisnya.

5)- Menghapus nadzar, sesembelihan, atas nama selain Alloh.

6)- Mengajari ummat Tauhid Asma wa Shifat dan mengeluarkan mereka dari Aqidah Jahmiyah, Mu`tazilah dan Asy`ariyyah.

7)- Meyakinkan mereka adanya Syafa`at sebagai bantahan terhadap Mu`tazilah, Jahmiyah, Rofidhoh yang meniadakannya, dan beliau menetapkan bahwa syafa`at tersebut tidak terjadi kecuali dengan izin Alloh.

8)- Menerangkan dan memahamkan uluwwulloh (ketinggian Allah) bahwa Allah beristiwa di atas Arsy.

9)- Membasmi pemahaman muta’awwilah dan jahmiyyah dalam ru’yatullah (Allah bisa dilihat pada hari kiamat).

10)- Membasmi taqlid buta dan menjajah ummat untuk tunduk dan patuh kepada perintah Allah dan Rosul-Nya dengan memurnikan tauhid dan mutaba’ah.

11)- Memuliakan keluarga Nabi dan memujinya sesuai dengan batas dan syarat dengan mengucapkan shalawat dan salam untuk mereka.

12)- Memuliakan Shohabat Nabi keseluruhannya tanpa menyebutkan kejelekannya mereka.

13)- Membebaskan putri-putri Fatimiyyat dari cengkeraman tangan-tangan kotor Rofidhoh, sehingga putri-putri mereka banyak yang mendapatkan jodoh dari Ahlus-Sunnah yang sholeh walaupun bukan dari kalangan ahlul batil.

14)- Mendekatkan jarak antara shof.

15)- Mengeluarkan shof dari sela-sela tiang.

16)- Berlomba menuju shof pertama.

17)-Menyempurnakan shof terdepan kemudian belakangnya.

18)- Tidak mengucapkan suatu ketika.

19)- Sutroh untuk orang yang sholat.

20)- Sholat dengan mengenakan sandal.

21)- Mengangkat tangan untuk takbirotul ihrom dan isyarat dengan telunjuk kearah kiblat ketika tasyahhud.

22)- Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (sedekap) ketika berdiri sholat.

23)- Do’a iftitah.

24)- Merendahkan suara ketika membaca;

(( بسم الله الرحمن الرحيم ))

dan untuk makmum dan imam.

25)- Melafadhkan “Amiin” setelah fatehah.


26)- Mendahulukan meletakkan tangan ketika sujud.

27)- Al-Ma’mum merendahkan suara takbir di belakang imam dan dibolehkannya mengeraskan (tabligh) kalau diperlukan.

28)- Duduk istirahat sebelum berdiri.

29)- Duduk iq’a yaitu dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk (meletakkan pantat) di atas kedua tumit di antara dua sujud.

30)- Merapatkan telapak kaki ketika sujud.

31)- Merenggangkan jari-jemari tangan ketika sujud.

32)- Duduk tawarruk di tahiyyat terakhir.

33)- Sunnah tasyahhud.

34)- Bacaan Al-Fatihah di dua rokaat terakhir.

35)- Memanjangkan bacaan dalam sholat.

36)- Memperdengarkan beberapa ayat pada waktu Dhuhur dan Ashar.

37)- Menghadap ke arah makmum bagi imam seusai sholat.

38)- Sunnah dzikir seusai sholat.

39)- Memperdengarkan takbir seusai sholat.

40)- Sunnah sholat dua rokaat sebelum Maghrib.

41)- Bacaan sunnah untuk dua rokaat sebelum Shubuh rokaat pertama surat Al-Kafirun dan kedua surat Al-Ikhlash.

42)- Berbaring sebelah kanan setelah selesai dua rokaat fajar (sebelum Shubuh).

43)- Sholat di atas mimbar dalam rangka pengajaran.

44)- Bolehnya membawa anak kecil ke masjid.

45)- Duduk di tempat sholat sampai terbit matahari.

46)- Menunaikan sholat sunnah di rumah.

47)- Meniup angin (meludah tanpa mengeluarkan air ludah) ke sebelah kiri ketika ada was-was.

48)- Sholat malam sebelas rokaat (batas maksimal).

49)- Tidak perlu mengangkat tangan ketika do’a witir dan mencukupkan dengan do’a yang datang dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.

50)- Dua rokaat ringan sebelum tarawih atau sholat malam.

51)- Beragam model dalam sholat malam.

52)- Sholat qoshor di safar.

53)- Sholat di atas kendaraan di safar.

54)- Sunnah sholat Dhuha.

55)- Sunnah qunut nazilah.

56)- Menghidupkan adzan yang syar’i.

57)- Mu’adzdzin menoleh ke kanan dan ke kiri ketika adzan mengucapkan حي على الصلاة dan حي على الفلاح.

58)- Adzan tepat waktu.

59( - Iqomah yang syar’i dalam pelafazhan dan waktu.

60) – Menjadikan dua muadzdzin dalam satu masjid.

61) – Satu adzan di hari jum’at.

62) – Menegakkan sholat Jum’at sesuai sunnah.

63) – Ucapan muadzdzin صلوا في رحالكم ketika turun hujan

64) – Tegaknya makmum perempuan di belakang laki-laki .

65) – Mengutamakan Imam yang paling banyak hafalannya.

66) – Bacaan surat As-Sajadah dan surat Al-Insan pada subuh hari Jum`at.

67) – Sujud tilawah pada tempatnya.

68) – Bersegera untuk berangkat ke masjid di hari Jum`at.

69) – Tak ada batasan jumlah makmum pada sholat Jum`at.

70) – Bolehnya meninggalkan sholat Jum`at bagi yang memiliki udzur.

71) – Mandi, memakai wangi-wangian dan siwak pada hari Jum`at sangat ditekankan.

72) – Imam langsung naik mimbar tanpa menunaikan sholat tahiyatul masjid terlebih dahulu.

73) – Pembukaan khotbah jum`at dengan khotbatul hajat.

74) – Mengarahkan telunjuk jarinya ke langit ketika khotbah.

75) –Memendekkan khotbah dan memanjangkan sholat.

76) – Para makmum mengarahkan badannya ke khotib dengan memutar badannya bagi yang tidak di hadapan imam.

77) - Sholat tahiyatul masjid bagi makmum walaupun Imam sedang berkhotbah.

78) – Imam membaca surat Qoof dari awal sampai akhir dalam khotbah.

79) – Sholat rowatib seusai Jum`ah.

80) – Sholat istikhoroh.

81) – Khotbah `Ied hanya sekali saja tanpa disela-selai duduk.

82) – Para wanita keluar menuju musholla `ied.

83) – Tidak perlu mengangkat tangan di sela-sela takbir sholat `ied.

84) – Berjalan cepat ketika membawa jenazah.

85) – Mengantar jenazah dengan tenang dan meninggalkan dzikir-dzikir bid`ah.


86) – Pengkafanan jenazah secara syar`i.


87) – Tempat berdiri imam pada sholat jenazah, baik jenazah laki-laki yaitu de arah kepalanya atau perempuan yaitu di arah perutnya.


88) – Tidak perlu mengangkat tangan ketika takbir pada sholat jenazah kecuali di awal takbir saja.

89) – Menunaikan sholat jenazah diwilayah pemakaman bagi yang terlambat.

90) – Meratakan kubur dan tidak meninggikannya dan tidak pula menulisinya.

91) – Doa nabi sebelum beranjak dari lokasi kubur : استغفروا لأخيكم واسألول له الثبات فإنه الآن يسأل.

92) – Haramnya berjalan, duduk, dan membuang hajat di atas kuburan.

93) – Haramnya berjalan di antara kubur dengan memakai sandal.

94) – Sholat ghoib bagi yang belum disholati di negrinya,

95) – Sholat khusuf sesuai dengan syariat.

96) – seruan muadzdzin ketika sholat khusuf : الصلاة جامعة

97) - Bersegara berbuka puasa dan mengakhirkan sahur.

98) – Sunnah–sunnah dalam pembangunan masjid.

99) – Membuat mimbar tiga derajat.

100) – Menghidupkan masjid dengan ta`lim dan halaqoh-halaqoh dzikir.

101) – Mendirikan kemah di masjid bagi para peserta I’tikaf.

102) – Larangan menghiasi masjid.

103) – Ketegasan beliau dalam masalah kubah dan menara masjid.

104) – Haramnya berjabatan tangan dengan wanita yang bukan mahromnya.

105) – Menyebarkan salam siang malam.

106) – Sunnah makan, minum, mengambil, member dan menerima dengan tangan kanan, dan memulai memakai sandal juga dengan kaki kiri.

107) - Minum dengan duduk.

108) – Bernafas di luar tempat minum tiga kali.

109) – Sunnahnya siwak.

110) – Menyemir rambut dengar pacar selain warna hitam.

111) – Memelihara dan membiarkan jenggot panjang tanpa mencukurnya.

112) – Memanjangkan rambut sampai bahu.

113) – Mengenakan `imamah (sorban).

114) – Memakai rida ( semacam baju besar atau selendang, atau shyal).

115) – Membiasakan bergamis putih.

116) – Memakai sarung atau sirwal dalam gamis di atas mata kaki atau sampai betis.

117) – Syariat berhijab bagi perempuan.

118) – Mencuci telapak tangan ketika bangun tidur sebelum dicelupkan ke dalam bejana.

119) – Mandi junub secara syar`i.

120) – Bertasbih ketika turun dan bertakbir ketika naik (menanjak) dalam perjalanan.

121) – Sunnah memulai safar pada hari Kamis.

122) – Bolehnya berbuka puasa bagi musafir ,menyusui dan hamil.

123) – Doa apabila singgah di suatu tempat.

124) – Doa masuk suatu desa.

125) - Mu’anaqoh (berpelukan) ketika datang dari safar (bukan ketika mau safar).

126) – Dzikir–dzikir dalam safar.

127) – Adzan di perjalanan.

128) - Doa لا باس طهور إن شاء الله ketika menjenguk orang sakit.

129) – Mendoakan orang sakit sesuai syariat.

130) – Banyak shoum bagi yang masih membujang.

131) – Mendidik ummat agar menjadi dermawan.

132) – Meletakkan telapak tangan di mulut ketika menguap.

133) – Doa kembali dari safar.

134) – Cerai tiga dalam satu majlis dihitung satu.

135) – Mentaati pemerintah yang bukan ma`siat.

136) – Melakukan wudhu atau mandi ketika ada yang terkena `ain. (sejenis sihir melalui pandangan mata dengki)

137) – Mengajari ummat ruqyah yang syar`i.

138) – Menghidupkan manhaj salaf.

139) – Memerangi ahli bid`ah.

140) – Menghidupkan Ilmu jarh watta`dil.

141) – Menghidupkan Ilmu sanad.

Tambahan sunnah yang dihidupkan oleh syaikh Yahya Al-Hajury -hafizhohulloh- (bukan berarti hal itu tidak dilakukan oleh Imam Al Wadi’y -rohimahulloh-).

– Melakukan sholat tarowih seusai sholat Isya` pada malam 27 romadhon.

- Menghidupkan lafadz sunnah adzan

فمن قعد فلا حرج ketika malam sangat dingin sebagaimana tersebut dalam hadits Nu’aim An-nahham -rodhiyllohu ‘anhu- di shohih musnad.

- Menghidupkan sunnah sujud tilawah ketika melewati ayat sajadah dalam khotbah.

– Membuat Thobaqot (daftar peringkat para penuntut ilmu dari yang tertinggi sampai ke para mubtadi’ah).

- Menghidupkan system belajar dan mengajarnya perempuan di rumah.

– Anjuran untuk memperbanyak sholat dhuha, bahwasanya sholat dhuha tidak terbatas jumlah rokaatnya, sebagaimana tarjih dari Imam An Nawawy dan sebagian imam yang lain –rohimahumulloh-.

– Perhatiannya yang sangat, dalam Al-Qur`an baik dalam bacaannya atau dalam hafalannya atau dalam tafsirnya atau dalam beramal dengannya.

- Anjuran beliau untuk tetap duduk di tempat sholatnya sampai selesai dzikir-dzikir yang syar`i (terutama seusai sholat fajar sampai terbit matahari, kemudian sholat dua roka`at atau empat reka’at).

– Anjuran beliau untuk meringankan mahar.

– Tidak menunda nikah bagi yang telah mampu.

– Menikah ta`addud empat .

– Memisah tempat tinggal masing-masing istri di rumah tersendiri.

– Berlomba – lomba mencari lailatul qodar.

- Giat beribadah, baik dalam sholat atau shoum atau yang lainnya.

– Perhatian beliau dalam pendidikan anak-anak.

– Larangan beliau bagi yang masih kuliah di jami`ah ikhthilathiyyah untuk tetap berada di Dammaj.

– Ketegasan beliau dalam larangan jam`iyah (yayasan) dan tasawwul.

Sunnah-sunnah yang Dihidupkan oleh Imam Al-wadi'iy

Sunnah-sunnah yang Dihidupkan oleh Imam Al-wadi'iy

Syaikh Muqbil –rohimahulloh- di awal dakwahnya berada di lingkungan Syi’ah dan Rofidhoh, sehingga praktek ibadah yang dilakukan ummat waktu itu jauh sekali dari tuntunan syari’at yang benar. Oleh karena itu, beliau ketika mengamalkan dan menampakkan sunnah yang benar harus mengalami hambatan dan ujian yang tidak ringan, akan tetapi Allohlah yang memiliki dien ini dan Dia pula yang pasti menjaganya dan menolong orang yang ingin menegakkan dien-Nya.Maka dengan pertolongan Alloh, beliau berhasil memberikan perobahan total pada masyarakat secara keseluruhan di negeri Yaman. Maka bukanlah berlebihan kalau beliau dijuluki “Mujaddid” atas usaha yang beliau curahkan untuk Islam dan muslimin.
Setelah beliau menghadap Alloh, segala usaha pun dilanjutkan oleh kholifahnya Syaikh Yahya Al-Hajuri dengan tanpa merobah atau mengurangi apa yang telah berhasil ditegakkan bahkan beliau menambah menghidupkan beberapa sunnah yang belum sempat dihidupkan di zaman Syaikh Muqbil.


` Di sini kami paparkan sunnah-sunnah yang Syaikh Muqbil hidupkan dan tambahan-tambahan sunnah yang dihidupkan Syaikh Yahya, kami nukilkan kebanyakan masalah-masalah ini dari kitab Syaikh Abdul Hamid Al- Hajuri yang berjudul “Al–Bayanul-Hasan,” di antara sunnah tersebut terbagi dua bagian:


Bagian pertama masalah Aqidah dan Tauhid.


1)- Memurnikan `Aqidah ummat dari kesyirikan-kesyirikan dan aqidah sesat seperti menyembah kubur dan ekor-ekornya, sehingga sekarang di Yaman hampir-hampir musnah keyakinan-keyakinan seperti itu.

2)- Musnahnya kubah-kubah di atas kubur dan sesaji-sesaji untuk ahlil kubur.

3)- Menghapus sumpah atas nama selain Alloh.

4)- Memerangi perdukunan, santet, paranormal, dan yang sejenisnya.

5)- Menghapus nadzar, sesembelihan, atas nama selain Alloh.

6)- Mengajari ummat Tauhid Asma wa Shifat dan mengeluarkan mereka dari Aqidah Jahmiyah, Mu`tazilah dan Asy`ariyyah.

7)- Meyakinkan mereka adanya Syafa`at sebagai bantahan terhadap Mu`tazilah, Jahmiyah, Rofidhoh yang meniadakannya, dan beliau menetapkan bahwa syafa`at tersebut tidak terjadi kecuali dengan izin Alloh.

8)- Menerangkan dan memahamkan uluwwulloh (ketinggian Allah) bahwa Allah beristiwa di atas Arsy.

9)- Membasmi pemahaman muta’awwilah dan jahmiyyah dalam ru’yatullah (Allah bisa dilihat pada hari kiamat).

10)- Membasmi taqlid buta dan menjajah ummat untuk tunduk dan patuh kepada perintah Allah dan Rosul-Nya dengan memurnikan tauhid dan mutaba’ah.

11)- Memuliakan keluarga Nabi dan memujinya sesuai dengan batas dan syarat dengan mengucapkan shalawat dan salam untuk mereka.

12)- Memuliakan Shohabat Nabi keseluruhannya tanpa menyebutkan kejelekannya mereka.

13)- Membebaskan putri-putri Fatimiyyat dari cengkeraman tangan-tangan kotor Rofidhoh, sehingga putri-putri mereka banyak yang mendapatkan jodoh dari Ahlus-Sunnah yang sholeh walaupun bukan dari kalangan ahlul batil.

14)- Mendekatkan jarak antara shof.

15)- Mengeluarkan shof dari sela-sela tiang.

16)- Berlomba menuju shof pertama.

17)-Menyempurnakan shof terdepan kemudian belakangnya.

18)- Tidak mengucapkan suatu ketika.

19)- Sutroh untuk orang yang sholat.

20)- Sholat dengan mengenakan sandal.

21)- Mengangkat tangan untuk takbirotul ihrom dan isyarat dengan telunjuk kearah kiblat ketika tasyahhud.

22)- Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (sedekap) ketika berdiri sholat.

23)- Do’a iftitah.

24)- Merendahkan suara ketika membaca;

(( بسم الله الرحمن الرحيم ))

dan untuk makmum dan imam.

25)- Melafadhkan “Amiin” setelah fatehah.


26)- Mendahulukan meletakkan tangan ketika sujud.

27)- Al-Ma’mum merendahkan suara takbir di belakang imam dan dibolehkannya mengeraskan (tabligh) kalau diperlukan.

28)- Duduk istirahat sebelum berdiri.

29)- Duduk iq’a yaitu dengan menegakkan kedua telapak kaki dan duduk (meletakkan pantat) di atas kedua tumit di antara dua sujud.

30)- Merapatkan telapak kaki ketika sujud.

31)- Merenggangkan jari-jemari tangan ketika sujud.

32)- Duduk tawarruk di tahiyyat terakhir.

33)- Sunnah tasyahhud.

34)- Bacaan Al-Fatihah di dua rokaat terakhir.

35)- Memanjangkan bacaan dalam sholat.

36)- Memperdengarkan beberapa ayat pada waktu Dhuhur dan Ashar.

37)- Menghadap ke arah makmum bagi imam seusai sholat.

38)- Sunnah dzikir seusai sholat.

39)- Memperdengarkan takbir seusai sholat.

40)- Sunnah sholat dua rokaat sebelum Maghrib.

41)- Bacaan sunnah untuk dua rokaat sebelum Shubuh rokaat pertama surat Al-Kafirun dan kedua surat Al-Ikhlash.

42)- Berbaring sebelah kanan setelah selesai dua rokaat fajar (sebelum Shubuh).

43)- Sholat di atas mimbar dalam rangka pengajaran.

44)- Bolehnya membawa anak kecil ke masjid.

45)- Duduk di tempat sholat sampai terbit matahari.

46)- Menunaikan sholat sunnah di rumah.

47)- Meniup angin (meludah tanpa mengeluarkan air ludah) ke sebelah kiri ketika ada was-was.

48)- Sholat malam sebelas rokaat (batas maksimal).

49)- Tidak perlu mengangkat tangan ketika do’a witir dan mencukupkan dengan do’a yang datang dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.

50)- Dua rokaat ringan sebelum tarawih atau sholat malam.

51)- Beragam model dalam sholat malam.

52)- Sholat qoshor di safar.

53)- Sholat di atas kendaraan di safar.

54)- Sunnah sholat Dhuha.

55)- Sunnah qunut nazilah.

56)- Menghidupkan adzan yang syar’i.

57)- Mu’adzdzin menoleh ke kanan dan ke kiri ketika adzan mengucapkan حي على الصلاة dan حي على الفلاح.

58)- Adzan tepat waktu.

59( - Iqomah yang syar’i dalam pelafazhan dan waktu.

60) – Menjadikan dua muadzdzin dalam satu masjid.

61) – Satu adzan di hari jum’at.

62) – Menegakkan sholat Jum’at sesuai sunnah.

63) – Ucapan muadzdzin صلوا في رحالكم ketika turun hujan

64) – Tegaknya makmum perempuan di belakang laki-laki .

65) – Mengutamakan Imam yang paling banyak hafalannya.

66) – Bacaan surat As-Sajadah dan surat Al-Insan pada subuh hari Jum`at.

67) – Sujud tilawah pada tempatnya.

68) – Bersegera untuk berangkat ke masjid di hari Jum`at.

69) – Tak ada batasan jumlah makmum pada sholat Jum`at.

70) – Bolehnya meninggalkan sholat Jum`at bagi yang memiliki udzur.

71) – Mandi, memakai wangi-wangian dan siwak pada hari Jum`at sangat ditekankan.

72) – Imam langsung naik mimbar tanpa menunaikan sholat tahiyatul masjid terlebih dahulu.

73) – Pembukaan khotbah jum`at dengan khotbatul hajat.

74) – Mengarahkan telunjuk jarinya ke langit ketika khotbah.

75) –Memendekkan khotbah dan memanjangkan sholat.

76) – Para makmum mengarahkan badannya ke khotib dengan memutar badannya bagi yang tidak di hadapan imam.

77) - Sholat tahiyatul masjid bagi makmum walaupun Imam sedang berkhotbah.

78) – Imam membaca surat Qoof dari awal sampai akhir dalam khotbah.

79) – Sholat rowatib seusai Jum`ah.

80) – Sholat istikhoroh.

81) – Khotbah `Ied hanya sekali saja tanpa disela-selai duduk.

82) – Para wanita keluar menuju musholla `ied.

83) – Tidak perlu mengangkat tangan di sela-sela takbir sholat `ied.

84) – Berjalan cepat ketika membawa jenazah.

85) – Mengantar jenazah dengan tenang dan meninggalkan dzikir-dzikir bid`ah.


86) – Pengkafanan jenazah secara syar`i.


87) – Tempat berdiri imam pada sholat jenazah, baik jenazah laki-laki yaitu de arah kepalanya atau perempuan yaitu di arah perutnya.


88) – Tidak perlu mengangkat tangan ketika takbir pada sholat jenazah kecuali di awal takbir saja.

89) – Menunaikan sholat jenazah diwilayah pemakaman bagi yang terlambat.

90) – Meratakan kubur dan tidak meninggikannya dan tidak pula menulisinya.

91) – Doa nabi sebelum beranjak dari lokasi kubur : استغفروا لأخيكم واسألول له الثبات فإنه الآن يسأل.

92) – Haramnya berjalan, duduk, dan membuang hajat di atas kuburan.

93) – Haramnya berjalan di antara kubur dengan memakai sandal.

94) – Sholat ghoib bagi yang belum disholati di negrinya,

95) – Sholat khusuf sesuai dengan syariat.

96) – seruan muadzdzin ketika sholat khusuf : الصلاة جامعة

97) - Bersegara berbuka puasa dan mengakhirkan sahur.

98) – Sunnah–sunnah dalam pembangunan masjid.

99) – Membuat mimbar tiga derajat.

100) – Menghidupkan masjid dengan ta`lim dan halaqoh-halaqoh dzikir.

101) – Mendirikan kemah di masjid bagi para peserta I’tikaf.

102) – Larangan menghiasi masjid.

103) – Ketegasan beliau dalam masalah kubah dan menara masjid.

104) – Haramnya berjabatan tangan dengan wanita yang bukan mahromnya.

105) – Menyebarkan salam siang malam.

106) – Sunnah makan, minum, mengambil, member dan menerima dengan tangan kanan, dan memulai memakai sandal juga dengan kaki kiri.

107) - Minum dengan duduk.

108) – Bernafas di luar tempat minum tiga kali.

109) – Sunnahnya siwak.

110) – Menyemir rambut dengar pacar selain warna hitam.

111) – Memelihara dan membiarkan jenggot panjang tanpa mencukurnya.

112) – Memanjangkan rambut sampai bahu.

113) – Mengenakan `imamah (sorban).

114) – Memakai rida ( semacam baju besar atau selendang, atau shyal).

115) – Membiasakan bergamis putih.

116) – Memakai sarung atau sirwal dalam gamis di atas mata kaki atau sampai betis.

117) – Syariat berhijab bagi perempuan.

118) – Mencuci telapak tangan ketika bangun tidur sebelum dicelupkan ke dalam bejana.

119) – Mandi junub secara syar`i.

120) – Bertasbih ketika turun dan bertakbir ketika naik (menanjak) dalam perjalanan.

121) – Sunnah memulai safar pada hari Kamis.

122) – Bolehnya berbuka puasa bagi musafir ,menyusui dan hamil.

123) – Doa apabila singgah di suatu tempat.

124) – Doa masuk suatu desa.

125) - Mu’anaqoh (berpelukan) ketika datang dari safar (bukan ketika mau safar).

126) – Dzikir–dzikir dalam safar.

127) – Adzan di perjalanan.

128) - Doa لا باس طهور إن شاء الله ketika menjenguk orang sakit.

129) – Mendoakan orang sakit sesuai syariat.

130) – Banyak shoum bagi yang masih membujang.

131) – Mendidik ummat agar menjadi dermawan.

132) – Meletakkan telapak tangan di mulut ketika menguap.

133) – Doa kembali dari safar.

134) – Cerai tiga dalam satu majlis dihitung satu.

135) – Mentaati pemerintah yang bukan ma`siat.

136) – Melakukan wudhu atau mandi ketika ada yang terkena `ain. (sejenis sihir melalui pandangan mata dengki)

137) – Mengajari ummat ruqyah yang syar`i.

138) – Menghidupkan manhaj salaf.

139) – Memerangi ahli bid`ah.

140) – Menghidupkan Ilmu jarh watta`dil.

141) – Menghidupkan Ilmu sanad.

Tambahan sunnah yang dihidupkan oleh syaikh Yahya Al-Hajury -hafizhohulloh- (bukan berarti hal itu tidak dilakukan oleh Imam Al Wadi’y -rohimahulloh-).

– Melakukan sholat tarowih seusai sholat Isya` pada malam 27 romadhon.

- Menghidupkan lafadz sunnah adzan

فمن قعد فلا حرج ketika malam sangat dingin sebagaimana tersebut dalam hadits Nu’aim An-nahham -rodhiyllohu ‘anhu- di shohih musnad.

- Menghidupkan sunnah sujud tilawah ketika melewati ayat sajadah dalam khotbah.

– Membuat Thobaqot (daftar peringkat para penuntut ilmu dari yang tertinggi sampai ke para mubtadi’ah).

- Menghidupkan system belajar dan mengajarnya perempuan di rumah.

– Anjuran untuk memperbanyak sholat dhuha, bahwasanya sholat dhuha tidak terbatas jumlah rokaatnya, sebagaimana tarjih dari Imam An Nawawy dan sebagian imam yang lain –rohimahumulloh-.

– Perhatiannya yang sangat, dalam Al-Qur`an baik dalam bacaannya atau dalam hafalannya atau dalam tafsirnya atau dalam beramal dengannya.

- Anjuran beliau untuk tetap duduk di tempat sholatnya sampai selesai dzikir-dzikir yang syar`i (terutama seusai sholat fajar sampai terbit matahari, kemudian sholat dua roka`at atau empat reka’at).

– Anjuran beliau untuk meringankan mahar.

– Tidak menunda nikah bagi yang telah mampu.

– Menikah ta`addud empat .

– Memisah tempat tinggal masing-masing istri di rumah tersendiri.

– Berlomba – lomba mencari lailatul qodar.

- Giat beribadah, baik dalam sholat atau shoum atau yang lainnya.

– Perhatian beliau dalam pendidikan anak-anak.

– Larangan beliau bagi yang masih kuliah di jami`ah ikhthilathiyyah untuk tetap berada di Dammaj.

– Ketegasan beliau dalam larangan jam`iyah (yayasan) dan tasawwul.

Abdurahman Abdul Kholiq seorang Mubtadi'

Penulis: Asy Syaikh Muqbil Ibn Haadi al Wadi'i

Muqoddimah Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Abdullah Mubarok Barmim
(murid asy Syaikh Muqbil Ibn Hadi al Wadi'i rahimahullah)

{بـسم اللـــه الرحمن الرحيـم}
الحمد لله الذي أرسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شـــــــهيـدا, وأشهد أن لآ إله إلاّ الله وحده لا شريك له إقرارا به وتوحيدا, و أشهد أن محمدا عبده ورســــــوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه ومن اكتـفى آثره واستنى بسنّته إلى يوم الدّين, أما بعـــــــد :

Tidak diragukan lagi bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan begitu banyak kenikmatan kepada kita. Dan diantara kenikmatan-kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, setelah kenikmatan memeluk agama Islam, lalu kita diberikan Istiqomah dalam agama ini. Ada satu kenikmatan yang tidak banyak diketahui oleh manusia tentang derajatnya kenikmatan yang satu ini, kecuali bagi seseorang yang diperkenalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengannya, yaitu berupa kenikmatan menuntut ilmu agama yang bermanfaat.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan hati kita di dalam Al-Islam dan Istiqamah di dalam menuntut ilmu agama sampai kita berjumpa dengan Allah -Azza wa Jalla.

Bertepatan dengan akan diadakannya Daurah Masyaikh dari Yaman, maka kami akan berusaha menampilkan tulisan-tulisan dari Ulama'-ulama' Yaman, dan akan diawali oleh tulisan Al-Imam Ahlussunnah di Yaman pada zaman kita yaitu : Al-Imam Al-'Allamah Al-Muhadits Abu Abdur Rahman Muqbil bin Hadi Al-Wadi'i –Rahimahullah-.

Dan kami berharap dengan kerendahan hati dan dari tulisan-tulisan yang sederhana ini bisa kita ambil sebagai suatu pelajaran yang berguna bagi kehidupan kita di dunia dan Akhirat, dan akhirnya kami mengharapkan partisipasi dari semua Ikhwan Salafiyyin Al-Fudhola' untuk meluangkan waktunya menorehkan pena emasnya di dalam lembaran-lembaran kertas ini. Mudah-mudahan amalan kita yang kita niatkan ikhlas hanya untuk mencari keridloan Allah semata dan untuk menolong da'wah Salafiyyah yang penuh barokah ini diberi pahala yang setimpal di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, amin.

Surabaya/Dzulqo'dah 1425H/10-01-2005

Akhukum fillah

Abu Abdillah Muhammad Abdullah Mubarok Barmim

Muqoddimah Asy Syaikh Muqbil Ibn Hadi al Wadi'i rahimahullah

{بـسم اللـــه الرحمن الرحيـم}
الحمد لله ربّالعالمين, وصلى الله على و سلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه, و أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله… أمــــــــــــــــــــــــــــــــــــــا بـــــــــــــــــــــعــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــد :
(مقدمة)

Saya bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan taufiq kepada saya di dalam menuntut ilmu agama yang bermanfaat, dan memudahkan jalannya bagiku. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memberikan taufiq kepadaku untuk menjalankan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wassalam, dan ini keutamaan dari-Nya semata, dan Dialah yang menunjukiku untuk menuntut ilmu agama.

Dialah (Allah Azza wa Jalla) yang memberikan aku kesabaran dan melindungi dari problematika yang terjadi di tengah perjalanan yang banyak dialami para Thalabatil 'Ilmi, dan Dialah yang mencukupkanku dari glamornya kehidupan dunia dan kenikmatannya. Dialah pula yang memberikan kesembuhan kepadaku sehingga aku dapat melanjutkan menuntut ilmu agama.

Dialah (Allah Ta’ala)yang menghinakan musuh-musuhku dan orang-orang yang iri kepadaku dan mengembalikan kepada mereka kemarahan mereka sendiri yang mana itu semua tidak ada kebaikan sama sekali, dan mereka tidak akan mampu untuk menghalangi antara diriku dengan ilmu yang bermanfaat ini.

Dialah (Allah Subhanahu wa Ta’ala) yang memudahkanku dengan dua orang istri yang Shalihah Ummu Syu'aib dan Ummu Salamah mereka berdua bangkit memberikan bantuannya menolongku dalam bahats yang aku inginkan, dan perkara yang paling besar dari ini semua adalah teman-teman yang mulia dari kalangan 'Ulama' yang senang memberikan fatwa kepada siapa yang meminta fatwa, dan mereka (para 'Ulama') bangkit didalam mengajar pelajaran kepada saudara-saudaranya dalam semua bidang keilmuan yang bermanfaat.

Dan Dialah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memudahkan para penutut ilmu agama dan menyenangkan hati mereka dan menguatkan mereka, telah benar apa yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala : { وإن تعدّ نعمة الله لا تحصوها}
"Kalau kalian mencoba menghitung-hitung nikmat Allah maka kalian tidak akan mampu menghitungnya"

Kalaulah bukan dari nikmat yang satu ini (yakni nikmat Thalabul 'Ilm) melainkan akan berpaling qulub (hati-hati) dari kabilahku "Qobilah Al-Wadi'ah" , فجزاهم الله خيرا atas apa yang telah mereka lakukan dari melindungiku dan melindungi da'wah ini.

Dan saya yakin bahwasanya tidak ada tempat seperti di Damaaj(Yaman), kita bisa menulis apa yang kita lihat bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala ridla dengannya, dan kita bisa berkhutbah - apa yang kita lihat - bahwasanya perkara tersebut dapat memberikan manfaat untuk Islam dan kaum Muslimin. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menutup amalan kita dengan kebaikan.

Dan inilah tanya jawab dari segala penjuru dunia, dan ini menunjukkan atas kepercayaan kaum Muslim kepada da'wah Ahlussunnah di negara Yaman, dan alhamdulillah telah tersebar sedikit banyak dari (kaset-kaset) muhadlarah dan tanya jawab atas pertanyaan orang-orang yang memohon fatwa. (disadur dari Muqadimah kitab "Tuhfatul Mujib"/Cetakan II-1423H / 2002M/ diterbitkan oleh : Daar el Athaar –Sana'a-Yemen).

والحـــــمدلله ربّ العالمــــــين

أبو عبد الرحمن مقبل بن هــادي الوادعي (غفرالله له وأسكنه الله فـسيـح جنته)

Soal :
Apakah Abdurrahman Abdul Kholiq seorang mubtadi' (ahli bid’ah, red) ?

Jawaban Syaikh Muqbil :
Iya dia seorang Mubtadi', kalau dia memang masih tetap menyeru kepada Hizbiyah, dan Rabbul 'Izzah berfirman di dalam Al-Qira'an Al-Karim :
{ واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا }
"Berpegang eratlah kalian dengan tali Allah dan janganlah kalian bercerai berai" [Al-Imron :103]

Kalau seandainya dari ahlil ilmi siapa yang mengatakan : “Sesungguhnya orang yang fanatik dengan madzhab yang empat atau salah satu darinya maka dia termasuk Mubtadi'”, seperti disebutkan oleh Al-Imam Shon'ani di dalam : "أرشاد النقاد إلى تيسير الإجتهاد"

Adapun fanatik untuk hizbiyah-hizbiyah yang rendahan seperti ini maka termasuk bid'ah, demikian pula dia memerangi saudaranya Ahlussunnah dan melecehkan mereka (Ahlussunnah), dan legimitasi dia kepada demokrasi dan yang mengingkari atas Ahlussunnah mereka tidak mengatakan dengan 'aml jama'i , maka dia adalah orang yang hilang akalnya, kalau begitu siapa yang mengingkari 'aml jama'i dan Rabbul 'Izzah berfirman di dalam Al-Qur'an Al-Karim :
{ وتعاون على البرّ و التقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان }
" Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan ketaqwaan, dan janganlah kalian tolong-menolong di dalam berbuat dosa dan pelanggaran" [Al-Maidah :2].

(Al Irsyad Al Islamiyyah mengamalkan tata cara demokrasi dalam pemilihan pengurus, yayasan Al Sofwa banyak berhubungan dengan politikus, merestui pikiran politikus, ikhwani, red),

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :" المؤمن للمؤمن كالبنيان يشدّ بعضه بعض "
"Antara Mu'min yang satu dengan Mu'min yang lain itu saudara seperti bangunan antara satu dengan yang lainnya saling menopang".

Akan tetapi di dalam batasan-batasan Al-Kitab dan As-Sunnah, bukan seperti apa yang di katakan : “Kami di perintahkan Amir (pemimpin) untuk mencukur jenggot-jengot kami, maka kami mencukurnya”, atau “Amir menyuruh kita untuk berpose dan berfoto ria maka kita berfoto ria”, dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang haram.

Dan sesungguhnya saya bersyukur kepada Allah atas kebaikan yang ditetapkan-Nya di atas tangan-tangan da'i-da'i kepada Sunnah dari Ahlissunnah di negara Yaman. Keluarlah kalian kepada saudara-saudara kalian yang selalu mendapat suntikan dana (dari yayasan hizbiyyah, red), maka kalian dapati mereka ini mati tidak hidup (walaupun jasad mereka hidup). Mereka tidak terasa kapan mereka akan terjatuh dan mereka (da'i-da'i hizbiyun) sudah memprediksi bakal terjatuh.

Berbeda dengan da'i-da'i Ahlussunnah sesungguhnya mereka seperti apa yang di firmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur'an Al-Karim :
{ ألم ترى كيف ضرب الله مثلا كلمة طيبة كشجرة طيبة أصلها ثابة وفرعها في السماء , تؤتي أكلها كلّ حين بإذن ربها }
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik , akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya". [Ibrahim : 24-25].

Dan Alhamdulillah da'wah Ahlussunnah tersebar luas di negara Yaman ataupun di luar negara Yaman, dan aku berikan kabar gembira telah datang kepadaku pertanyaan dari negara Inggeris, dan dari negara Amerika, dan dari negara Jerman dan masih banyak lagi dari negara-negara yang lainnya mereka banyak bertanya tentang Abdurrahman Abdul Kholik dan Jumi'yah Ihya' Turath.

Kami mentahdzir mereka dengan sebenar-benarnya tahdzir dari terjatuh ke dalam jaring-jaring mereka (hizbiyyun), kami katakan untuk mereka : “Mohonlah pertolongan kalian kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berdakwahlah sebatas kemampuan kalian, bukanlah permasalahan terletak di harta, telah bersabar Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam atas lapar, pakaian sederhana dan sakit”. “Bersabarlah kalian berd'wahlah sebatas kemampuan kalian jangan jual da'wah kalian untuk fulan dan fulan.”

{Kitab "Tuhfatul Mujib" “Bersama Abdurrahman Abdul Kholiq”, soal nomor 8/halaman 175-176}.

Jawaban Syaikh Muqbil :
Dan telah kami katakan julukan yang pantas untuk Abdurrahman Abdul Kholiq adalah : Sulfaty", sin dan laam untuk salafiyah, to' dan ya' untuk demokrasi.

Seperti Abdurrahman Abdul Kholiq, kalau dia masih tetap keadaannya - seperti keadaannya yang sekarang -, maka sepantasnya untuk menyebutkannya dengan Al-Jarh tidak menyebutkannya dengan At-Ta'dil. Dan ketika dahulu dia masih di Madinah Ar-Rasul Shallallahu ‘alaihi wassalam dahulu, dia lurus (jalannya) begitu pula ketika permulaan dia di negara Kuwait.

Mereka orang-orang yang terjarh, dan Jumi'yah Ihya' At-Turats majruhah, sesungguhnya Jumi'yah ini telah memecah-belah da'i-da'i yang menyeru hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, begitu pula Jumi'yah Al-Hikmah Majruhah, dan Jumi'yah Al-Ikhsan Majruhah (keduanya di negara Yaman), begitu pula Al-Ikhwan Al-Muflisin.

Dan yang pertama kali menyeru kepada manhaj ini mereka adalah Al-Hizbiyun dari kelompok Sururiyyah dan Al-Ikhwan Al-Muflisin dan kelompok Jumi'yah Al-Hikmah dan kelompok Jumi'yah Al-Ikhsan.

{Kitab Tuhfatul Mujib : “Bersama Abdurrahman Abdul Kholik”, soal nomor 2/halaman 167}.

Selasa, 04 Januari 2011

terbongkarnya kedustaan duet hizbi jadid dzul akmal dan muhammad wildan

bismillah

mencoba mengungkapkan siapa sosok sebenarnya muhammad wildan sebagai dai mudir ma’had yang di payungi yayasan anshorus sunnah.

ana pribadi menjelaskan awal dakwah di batam yang mengatasnamakan dakwah salafiyyah ” pada hakekatnya dakwah hizbiyyah ” sebagian yang ketahui permulaannya.

berawal dari pemimpin yayasan al kahfi seorang laki-laki yang bernama Tarno , dan saat ini yasayan al kahfi menaungi radio hang batam.




pada awal dakwah di batam tarno ini mengundang Zainul Arifin sebelom jafar umar tholib mentahdzir hakim abdat karena musbil.

tarno ini pernah bercerita kepada ana.” waktu itu zainul arifin kami undang untuk ngisi di batam,lalu setelah pulang kampung,muhammad wildan ini menikahi saudari dari zainul arifin karena muhammad wildan baru pulang dari jamiyah islamiyyah.

sebelomnya muhammad wildan ini seorang penuntut ilmu dari pondok pesantren NU di madura,muhammad wildan ini pernah wirid di lapangan pada saat jadi santri di pondok NU di madura pada akhirnya karena amalan bid’ah tersebut sebab itu penyakit yang sampai sekarang yang ana ketahui tahun 2004 blom sembuh suka bulak balik singapur – batam itu ana dapati dari pengakuan dia muhammad wildan.

setelah itu ikut muqabalah ke universitas jamiyah islamiyah di madinah,lalu bertemulah dengan yang bernama ABU FAIRUS yang sekarang menjadi DAI yayasan islam al kahfi pengurus radio hang di batam.

abu fairus ini teman duduknya muhammad wildan waktu di jamiyah islamiyyah,adapun terakhir yang ana dapati tahun 2004 abu fairus pernah mendatangi rumah wildan di bengkong pada saat blom pindah ingin menasehati wildan setelah itu saling mentahdzir.

kembali kepada cerita awal dakwahnya muhammad wildan di batam,lalu tarno ini mengundang muhammad wildan di batam.

muhammad wildanpun bercerita kepada ana : bahwa dirinya pernah jadi tukang ojek sebelom hidup mewah seperti sekarang ini.

setelah terjadi somasi dari jafar umar tholib atas kasus kasus dai dai ihya atturout lalu muhammad wildan mengambil sikap sebagaimana jafar umar tholib kepada dai dai ihya atturout.

lalu tarno itu bercerita kepada ana ” muhammad wildan itu mentahdzir ana { tarno } dan membuat yayasan anshorus sunnah hanya segelintir orang yang mengikuti ana { keluh tarno }.

pada peristiwa ambon FORUM AHLU SUNNAH WAL JAMA’AH di batam membuka pendaftaran untuk pemberangkatan ke ambon.

ana ” abu hurairoh ” ikut terjebak mendaftarkan diri untuk berangkat ke ambon “,singkat cerita.

ana lari dari ambon dari jeratan anjing anjing neraka LASKAR JAHAT,lalu tertangkap alhamdulillah ana di pulangkan dari ambon sambil membawa surat kepulangan ana.

setelah sampai di batam ” surat kepulangan ana dari ambon ana serahkan ke muhammad wildan ” setelah itu ana meninggalkan mereka LASKAR JAHAT yang masi eksis itu.

dimasa Laskar jihad setelah kepulangan ana dari ambon,lalu ana berusaha menerangkan kesesatan laskar jihad.lalu gemparlah di batam setelah ana pulang dari ambon.

lalu ana kaget ternyata di batam ada yang menisbahkan diri kepada dakwah salafiyyah,ana pada saat itu bingung kemana lagi ana mencari dakwah salafiyyah yang shofy ” murni “.

bertemulah bernama TARNO orang yang membangun yayasan islam al kahfi di batam,lalu ana mengikuti mereka dan alhamdulillah ana mendapat informasi ini seperti di atas yang ana ceritakan dan itu memang di benarkan oleh muhamnmad wildan sendiri.

singkat cerita dari yayasan yayasan hizbiyyah.

kembali kepada persoalan uslub dakwah yang di bawa oleh muhammad wildan.



lihat tanda pana merah : dan lingkaran merah di atas

AL USTADZ ABU ABDIROHMAN WILDAN lc

murid Asy syaikh robi bin hadi al madkoli ? ? ?

menjadi pertanyaan kapan muhammad wildan bermulazamah langsung kepada fadhilahtusy asy syaikh robi bin hadi madkoli hafizhohulloh ? ? ?

adapun kami ketahui dzul akmal dan wildan itu suka umroh,dan wildan sendiri tidak akan lama meninggalkan mad’unya dan ma’hadnya bertahun tahun.

bagaimana mungkin wildan bisa di katakan murid syaikh robi hafizhohulloh,hanya berhubungan berhubungan kenal dengan beliau suatu kedustaan yang nyata.

pada waktu laskar jihad masi eksis,ana kembali ke jakarta tidak mengetahui lagi perkembangan laskar jihad di ambon.

dzul akmal dan muhammad wildan wallahu a’alam kapan dia berangkat bersama ke saudi arabia persisnya,tapi yang pasti dua orang ini berusaha cuci tangan ” JURUS BELUT ” lalu bertemulah asy syaikh robi bin hadi al madkoli hafizhohulloh.

lalu beliau hafizhohulloh menitipkan kaset rekaman hafizhohulloh ” tentang fatwa pembubaran laskar jihad “.

” PERLU KALIAN KETAHUI BAHWA LAPORAN LAPORAN KESESATAN LASKAR JIHAD ITU ATAS UPAYA DAN USAHA BUKTI DARI DZULKARNAIN ” syaikh robi hafizhohulloh menampung laporan tersebut dari dzulkarnain,

lalu dzul akmal dan dzulkarnain datang kepada beliau hafizhohulloh lalu beliau bertanya kepada dzul akmal dan muhammad wildan ” kemana dzulkarnain ? ? ? ” di antaranya dzul akmal dan muhammad wildan menjawab ” sudah pulang yaa syaikh “

lalu syaikh robi bin hadi al madkoli hafizhohulloh menitipkan kepada dzul akmal rekaman ucapan beliau hafizhohulloh untuk di terjemahkan dan di sebarkan kepada seluruh ahlu sunnah di indonesia.

kesempatan dzul akmal dan muhammad wildan untuk ” CUCI TANGAN JURUS BELUT ” padahal rekaman tersebut atas jerih payahnya dzulkarnain makasar.

moment seperti itu di mamfaatkan oleh dzul akmal dan muhammad wildan ,seolah olah sebagai pahlawan padahal kesesatan LASKAR JAHAT dia termasuk melakukan itu.

waktu ana masi di batam muhammad wildan tidak ana dapati taubatnya dari laskar jahat, justru ana di tanyakan kenapa mengaku bahwa mengidap penyakit aids ” alasan ana untuk di pulangkan dari ambon ” seolah olah tanpa merasa bersalah atas perbuatannya menyesatkan kami dari kesesatan laskar jihad.

walaupun ini masa lalu tapi cukup ini jadikan untuk mengukur pendidikannya dan latar belakang masa lalunya untuk di jadikan pertimbangan bagaimana uslub dakwahnya muhammad wildan di batam.

UTSMAN atau abdurohman sebagai tukang masak di ma’had Ta’zhim As Sunnah , Perawang, Riau pekan baru.

berkata kepada ana ” asy syaikh yahya hampir semua ulama di sikat karena berselisih dengannya ” ini sudah cukup bukti mauqifnya kepada abdurohman al adeny.bahkan pernah berkata tentang kedudukan beliau sebagai imam jarh wat tad’il ” syaikh yahya yang mengatakan imam jarh wat tad’il hanya 1 orang ” dan ini cukup bukti ucapannya mewakili dari mauqifnya dzul akmal sebagai gurunya.

yang menjadi pertanyaan mengapa waktu ” asy syaikh hassan bin qosim ar roimi hafizhohulloh dan syaikh muhammad mani hafizhohulloh ” datang ke indonesia muhadharoh ngawi.

dzul akmal dan muhammad wildan mao datang menghadiri dauroh tersebut,seperti POLITIKUS BUSUK berusaha untuk meraih hati semua orang yang di inginkan baik dari kalangan sendiri ataupun musuh ( taqiyah ).

setelah tahu bahwa asy syaikh hassan bin qosim ar roimi hafizhohulloh adalah seorang ulama murid khusus dari fadhilahtudy asy syaikh robi bin hadi al madkoli hafizhohulloh dzul akmal seperti biasa ingin mendekati beliau supaya terlihat nampak bersama kami pada hakekatnya dzul akmal dan muhammad wildan mutawaqifun hizbi jadid.

saat ini jelas mauqifnya tentang fitnah ini bersama orang orang yang membela abdurohman al mari’e adeny , sudah tidak lagi nampak mutawaqifnya.

oleh karena itu,kita berusaha menjelaskan kepada ummat tentang gerak geriknya kemana dia menampakkan jejak hizbi dimana ada kesempatan untuk mendapatkan tempat di bangku ahlu sunnah yaitu bersama kami yang menjaga kehormatan AL ALLAMAH AN NASHIH AL AMIN ASY SYAIKH YAHYA ALI AL HAJURY hafizhohulloh.

bentuk uslub dakwah mereka dalam penyimpangan dakwah menurut manhaj salafush sholeh

muhammad wildan sebagai mudir ma’had anshorus sunnah di batam

* mengunakan yayasan dakwah dan ini jelas sebagai sarana menuju hizbiyyah

Al-Imam Al-Wadi’iy rahimahullah berkata:

جمعيات هذه يا إخوان هي وسيلة, وكذا الصندوق أي نعم, الطريق إلى حزبية والوسيلة إلى الحزبية

“Yayasan ini, ya ikhwan adalah wasilah (sarana), demikian pula kotak infaq, iya, ini jalan menuju hizbiyyah dan sarana menuju hizbiyyah“. (Kaset pertanyaan Bani Bakr tahun 1421H, setahun sebelum beliau meninggal)
Tidak hanya itu tapi bahkan Al-Imam Al-Wadi’iy langsung memvonis yayasan adalah hizbiyyah, sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Kamal bin Tsabit Al-’Adaniy Al-Hamudiy hafidzahullah dalam “Jinayah Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushobiy”(hal.2):


ما حصل في فتنة الجمعيات في زمن الشيخ مقبل رحمه الله, والشيخ يقول: هذه حزبية, هذه حزبية, حزبية مغلقة.

Apa yang muncul dari fitnah yayasan-yayasan pada zaman syaikh Muqbil rahimahullah, dan syaikh Muqbil mengatakan: (Yayasan) ini adalah hizbiyyah, ini adalah hizbiyyah, hizbiyyah yang terselubung“.
8 menit yang lalu ·

* tarbiyahtun nisa tanpa mahrom dan berkumpulnya wanita ajnabi

Ibnu ‘Arabi berkata di “Ahkamul Qur’an” (2/386-387): “Perkataan Alloh Ta’ala:
﴿وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ﴾ [الأحزاب/33].
“Dan tetapilah rumah-rumah kalian.” [Al-Ahzab: 33

bahwasanya Nabi shallAllohu ‘alaihi wa sallam tatkala selesai menunaikan haji wada’, beliau berkata kepada istri-istrinya: “Setelah ini kembalilah ke pingitan kalian” mengisyaratkan kepada apa yang seharusnya bagi seorang wanita untuk menetapi rumahnya dan menahan diri dari keluar darinya kecuali untuk keperluan mendesak”. –selesai-.
Kukatakan: ucapan Ibnu ‘Arabi tentang hadits “tidak shahih” tidak benar, bahkan hadits tersebut shahih, telah datang dari hadits Abu Waqid di sisi Ahmad (5/218) dan disebutkan oleh Syaikh Muqbil rahmatullahi ‘alaih di Shahih Al-Musnad dan dari hadits Abu Hurairah di sisi Ahmad (2/446) dan ibnu Sa’d (8/55).
Dishahihkan oleh Al-’Allamah Al-Wadi’i di takhrij tafsir Ibnu Katsir dan telah datang dari selain kedua sahabat tadi, maka tidak diragukan lagi keshahihannya, dan telah disebut oleh A-’Allamah Al-Albani di kitabnya Ash-Shahihah (2401) dan oleh Syaikh kami Yahya Al-Hajuri di kitab beliau Dhiya As-Salikin.
Berkata Al-Qurthubi di Al-Jami’ (4/179): makna ayat tersebut adalah perintah supaya menetapi rumah, walaupun yang diajak bicara adalah istri-istri Nabi shallAllohu ‘alaihi wa sallam tapi masuk juga selain mereka pada perintah tersebut secara makna meskipun tidak datang dalil yang mengkhususkan seluruh wanita, bagaimana sedangkan syari’at dipenuhi dengan keharusan wanita menetapi rumahnya dan menahan diri dari keluar darinya kecuali karena darurah.-selesai-.
Syaikh Al-Islam rahimahullah berkata sebagaimana di Al-Majmu’ (10/297)

Dan berkata shallAllohu ‘alaihi wa sallam:
$المرأة عورة فإذا خرجت استشرفها الشيطان وأقرب ما تكون من وجه ربها وهي في قعر بيتها#.
“Perempuan adalah aurat, apabila ia keluar syaitan membuatnya merasa mulia (di sisinya dan di sisi laki-laki yang memandangnya) dan keberadaannya yang paling dekat dari wajah Rabbnya manakala ia berada di rumahnya yang paling dalam.” HR. Tirmidzi (1172)

dan selain beliau dari hadits ibnu Mas’ud diriwayatkan secara mauquf dan marfu’ dan dishahihkan oleh jama’ah dari ahli ilmu di antaranya ibnu Khuzaimah (2685) dan ibnu Hibban (5570) dan Al-’Allamah Al-Albani di Al-Irwa’ (272) dan hadits tadi dikuatkan dengan apa yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani di Al-Ausath (2890)

NASEHAT UNTUK ABDULLOH AL BUKHORI agar bertaubat dari tuduhan khowarij terhadap asy syaikh al muhaddits muqbil bin hadi al wadi’i rohimahulloh

OLEH :

FADHILATUSY SYAIKH ABI ABDIRROHMAN YAHYA BIN ALI AL HAJURY hafizhohulloh

penerjemah :

abu arqom mushlih bin muhammad bashori

ma’had ittiba’us sunnah magetan


PERTANYAAN :

KAMI MENDENGAR BAHWA ABDULLOH AL BUKHORI TELAH BERBICARA JELEK KEPADA SYAIKH MUQBIL rohimahulloh KEPADA MARKIZ DAMMAJ SERTA KEPADA ANTUM ( SYAIKH YAHYA DAN MURID MURIDNYA )

JAWAB : BENAR,dia telah mengucapkan ucapan yang jelek tatkala syaikh muhammad mani’ dan syaikh hassan bin qosim hendak pergi dakwah ke indonesia.

sebagian hizbiyyun dari pihak luqmaniyyun di sana telah menelponnya atau yang sejenis dengan mereka.mereka mengadu tentang berita – berita kedatangan tersebut, yaitu kedatangan dua syaikh untuk berdakwah di jalan ALLOH mengajari manusia di sana.Bukhori sangat terkejut sekali,bahkan kebingungan saat kedua syaikh itu mau datang ke sana,maka dia terkadang mencela syaikh muqbil rahimahulloh dan murid muridnya bahwa mereka itu menempuh jalan jalannya orang khowarij,dan merendahkan MARKIZ DAMMAJ dan mencela seperti ucapan orang orang gila,tanpa latar belakang dan tanpa sandaran,tanpa ilmu dan tanpa kesabaran dan tidak berhati hati dalam mengucapkan untuk merealisasikan firman ALLOH ta’ala :

وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوّاً مُّبِيناً

17.53. Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).

وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْناً

” ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia ” ( al baqoroh : 83 )

dan dia berupaya membela kebathilan dari ubaid aljabiri.

SIAPA MENCELA SYAIKH UBAID DEMIKIAN MAKA DIA DEMIKIAN,SIAPA YANG MENCELA DIA DEMIKIAN MAKA DIA DEMIKIAN.

tanpa ada bukti : dan kembali kepada bantahan salafiyyah yang ilmiyyah dan berpegang kepada kebenaran.

maka kejelekkan itu menimpa dirinya sendiri dengan kejelekkan yang dasyat,tidak memberikan kejelekkan kepada kita sama sekali,segala puji bagi ALLOH.juga tidaklah kejelekkan itu menimpa dakwah dan tidak pula menimpa syaikh muqbil rohimahulloh,sebagaimana sebuah syi’ir :

” Apakah setiap lalat yang hinggap pasti aku akan mengusirnya, kalaulah demikian keadaannya maka lalat itu mulia di sisiku “

Tidaklah perkataan dia ( bukhori) atau yang lebih tinggi dari dia memberi arti sama sekali,juga tidak ada ” mahal minal i’irob “, tidak akan ucapan itu berpengaruh kepada dakwah salafiyyah.sesungguhnya hal itu hanya akan memberikan kejelekkan mereka sendiri,baik perkataanm ini hanya bentuk kefanatikkan dari sebagian kepada sebagian yang lainnya atau dalam bentuk yang lainnya.sebenernya ini urusan salafiyyah dan bukan kefanatikan,

ketika memperlakukan dari sisi salafiyyah bukan kefanatikan,kita bantah perkara yang menyelisihi al haq ( kebenaran ).baik dari arah dekat atau jauh,dan tidaklah orang yang menyelisihi kebenaran lebih tinggi daripada bantahan ilmiyah,baik itu ubaid atau lainnya.

jika engkau membaca ucapan dia,maka engkau ketahui bahwa dia adalah orang yang pendengki dan sangat fanatik dengan adeny ( abdurohman mari’i),yang telah tersia siakan,mereka benar benar tergiring dalam hizbiyyah adeny seperti tergiringnya kuda,kadang ubaid,kadang bukhori,kadang lainnya.

وَإِنْ أَدْرِي لَعَلَّهُ فِتْنَةٌ لَّكُمْ

(.surah al anbiya 111). Dan aku tiada mengetahui, boleh jadi hal itu cobaan bagi kamu

demi alloh seandainya kalian tergiring semuanya,maka tidaklah bisa menolongnya dari apa yang dia perbuat fitnah.orang ini telah membentuk hizbiyyah dan menjadi fitnah dakwah.tidaklah kalian menolongnya kemudian bermadhorot kepada kami,sesungguhnya kasihanilah diri kalian wahai para pendengki.

dakwah salafiyyah di hijaz dan najd kami dapatkan di kalahkan hizbiyyun,apakah dengan perbuatan kalian yang batil ini ingin melemahkan dakwah salafiyyah di yaman ! jauh hal itu dari kalian insya alloh.

walaupun kalian tipu ( kalian atau selain kalian ),sebagian orang orang bodoh dan lemah dengan cara mereka berhasil,hal itu tidak akan memberikan madhorot kepada dakwah selamanya,dengan ucapan itu maka bukhori butuh bertaubat,jika tidak maka balaslah !, bukhori atau lainnya , ucapan yang keluar dari mulutnya sangat jelek dan merendahkan dakwah.

UCAPAN BUKHORI,” APA ITU DAMMAJ,DARI DULU KAMI TIDAK PERNAH BERPRASANGKA BAIK KEPADA ORANG ORANG DAMMAJ.BAIK ITU DI WAKTU SYAIKH MUQBIL MASI HIDUP,LEBIH LEBIH SETELAH WAFAT.”

inilah perkataannya,kami tidak pernah mendapat bantuan dari mereka baik di masa peperangan juga di waktu aman,inilah kenyataannya,kami tidak pernah mendapatkan prasangka baik dari mereka,tidak syaikh muqbil tidak pula kami ( syaikh yahya dan murid muridnya ), permasalahan bagi mereka adalah siapa saja yang sudah bergabung dan membantu mereka,maka mereka berusaha untuk membelanya,berusaha untuk menyatatakn bahwa dia itulah salafy yg benar,walaupun menjadi hina di sebabkan perselisihannya terhadap banyak syari’at.

bukhori dengan perbuatan itu telah melapangkan dirinya menjadi JUWAIHIL ( kecil yang bodoh),dan dia dalam ke congkakaan,bicara ngawur dan ta’ashub ( fanatik ) buta,menempuh jalannya UBAID,apa kamu tahu siapa UBAID ?

” ITULAH TONGKAT,DULUNYA DARI TONGKAT YANG KECIL,DAN TIDAKLAH ULAR BESAR KECUALI MELAHIRKAN ULAR YANG KECIL “

demi Alloh,saya heran dengan kelancangan orang ini dari ketololannya yang sangat,dan dari lontaran ucapan yang sangat tidak terjaga dari apa di akibatkan dari pembicaraannya itu.

kami sudah melampahui tahapan ini wahai bukhori,wahai ubaid dan wahai orang orang yang mengacaukan dakwah,kami sudah menempuh tahap ini dan sudah berlalu dalam berdakwah.dan termasuk keajaiban Bukhori dan kedustaannya mengatakan kepada orang orang bodoh di indonesia, yang barangkali mereka itu butuh orang yang mengajarinya,tapi malah ( bukhori ) menipunya.dia katakan :

SIBUKLAH DENGAN DAKWAH ! JANGAN KALIAN TERSIBUKKAN DENGAN MEREKA MEREKA YANG TOLOL ! JANGANLAH MEREKA ITU MENYIBUKKAN DAN MEMALINGKAN KALIAN DARI DAKWAH !

yaitu janganlah mereka tersibukkan dengan kita dengan syaikh muhammad mani’,demikianlah pula syaikh hassan bin qosim,dua orang salafy yang mulia yang lebih mulia ke ilmuannya dari dia ( bukhori),lebih mulia sunnahnya dari dia,dan lebih tinggi dalam menjaga dakwah dan ukhuwah serta semua kebaikkan daripada dia,maka sesungguhnya keadaan dia itu sebagaimana di katakan,

” Bintang bintang kepada matahari,sinarmu tidak terang’ dan kegelapan bilang kepada subuh, warnamu gelap “

Aku katakan, ” sayangilah dirimu,engkau atau selain dirimu ” demi Alloh maka kami katakan kepada kalian : ” Sayangilah kepala dan jangan sayangin gunung “, kami inginkan agar mereka bersikap dengan sikap salafy dalam memberikan nasehat kepada mereka para hizbiyyun yang telah terfitnah terlepad dari al haq,tapi kenyataannya malah terseret oleh finah al adeny.

adeny ( abdurohman al adeny ) termasuk murid markis ini, namun kalian terseret oleh fitnah salah satu murid markiz ini,padahal rosululloh menganjurkan untuk senantiasa tsabat dalam menghadapi fitnah dajjal,lalu bagaimana keadaannya jika tidak kokoh dalam fitnah sebagian hizbiyyun,ini menunjukkan lemahnya ilmu,lemahnya kesalafiyyan, dan kedengkian terhadap dakwah ini baik sebelumnya atau setelahnya.

maka sungguh celakalah wahai Bukhori, dan demi ALLOH apalagi engkau telah mencela dakwah salafiyyah , orang orang kecil atau besar tidak akan peduli denganmu, kami tidak akan peduli dengan orang yang lebih tinggi derajatnya dan kedudukannya dari dirimu,sedangkan kamu di sisi kami hanya jawahil ( kerdil dan bodoh ) dan mereka orang orang indonesia yang kasihan mereka kamu tipu mereka, ( dengan ucapan ) ” wahai syaikh kami ” wahai syaikh kami “. dan tatkala kamu mendengarkannya kamu mengatakan ” aku tidak tahu apa yang terjadi baginya ! terjadi di otaknya keterkejutan yang dasyat .

dan kamu akan dapatkan pula di antara ahlu sunnah ada yang akan berlaku buruk kepadamu,maka kamu harus bertaubat sampai bisa menutup apa yang muncul darimu,sehingga kami bisa memaafkan dan bermurah hati kepadamu,dan dada kami senantiasa terbuka dengan hal itu.

adapun jika kamu menginginkan tersebarnya kebathilanmu,dan kamu tipu sebagian orang orang yang menelponmu, baik itu dari indonesia ataupun lainnya, ” SIAPA KAMU ? jangan kamu terima dengan ke fanatikan, kami menganggapnya salafiyyah , biarkan itu salafiyyah

” SEORANG MUSLIM BERSAUDARA DENGAN MUKMIN LAINNYA , TIDAK BOLEH MENDHOLIMI, MEMUSUHI,DAN MENGHINANYA .

Adapun kefanatikan ( ashobiyah), apa karunia kalian atas kami ? apa keutamaan kalian di atas kami ? kamu atau ubaid atau selain kalian , tidak sebelumnya dan tidak pula sesudahnya , Alloh telah mengangerahkan kebaikkan ini tanpa kemulian dari kalian, semua karunia ini bagi Alloh subhannahu wa ta’ala semata.

dan kamu akan dapatkan orang orang yang membela bukhoti dengan kebathilan, seakan akan ini adalah jaringan, mereka memutar balikkan dengan cara kefanatikan dan tanpa alasan yang benar.

” SIAPA MENCELA UBAID MAKA DIA DEMIKIAN “

ini omong kosong , ucapan ini mungkin anak kecil yang mengucapkannya

” SIAPA MENCELA UBAID MAKA DIA DEMIKIAN “

tanpa adanya pembersihan dari apa yang dia telah rusak di dalamnya dengan ucapan dan perbuatanya yang bathil , sungguh apa yang di tetapkan ini hanya omong kosong.anda ( bukhori ) punya bukti dengan membela kebathilan ( ubaid ) telah membolehkan pemilu , membolehkan ihktilath ( campur baur laki laki dan perempuan ), berusaha memecah belah ( ahlu sunnah ), pembela hizbiyyun , penyebab kekacauan di yaman , berbicara di al jazair – libia dengan kebathilan , dan ubaid bilang mereka itu sapi ! dan lain sebagainya.

anda punya bukti dalam membela dia ( ubaid ) dan kamu tidak ada ucapan lain kecuali,

“ SIAPA MENCELA UBAID MAKA DIA DEMIKIAN “

aku juga mampu untuk mengucapkan siapa yang membela ubaid dia orang lalai ! siapa yang membela ubaid tanpa hujjah maka dia tolol ! aku katakan demikian dan demikian…mungkin saja, akan tetapi suatu keharusan adanya hujjah hujjah yang benar. kenapa kalian berucap tanpa tanpa ilmu ! kamu atau selainnya, kenapa ! ? dan kalian menyangka bahwa diri kalian ini sebagai da’i salafi , kenapa kalian bicara tanpa kebenaran ?, Alloh berfirman :

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ

. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), . ( surah al hadid : 16 )

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ إِن يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقَيراً فَاللّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلاَ تَتَّبِعُواْ الْهَوَى أَن تَعْدِلُواْ وَإِن تَلْوُواْ أَوْ تُعْرِضُواْ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً

4.135. Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. ( surah an nisa : 135 )

dan dengan al haq, yang dengan itu di tegakkan langit dan bumi, kenapa kalian menghadang dakwah salafiyyah di dammaj ? apa keutamaan kalian dengan hal itu, apa yang terlintas pada akal kalian dengan hal itu, apa tujuan kalian ? musibah apa yang terjadi pada kalian dengan dakwah salafiyyah yang mengajak kepada kitab dan sunnah rosululloh shallahu alaihi wa salam,manusia keji , dholim , durhaka dan siapa saja yang ucapan dan perbuatan sejenis itu , maka dia menjadi hina , bukhori atau yang selainnya , mereka tidak punya kedudukan sama sekali jika menentang dakwah ini , mereka mengatakan tentang kita.

” MEREKA MENCELA ULAMA “

kami mencela orang orang yang membela hizbiyyun, kalian telah menjadi penolong penolong hizbiyyah, apa urusan kalian dengan murid murid kami ! murid murid yang di sisi kami telah melakukan perbuatan demikian dan demikian , lalu mereka pergi bersekutu dengan kalian , tiba tiba satu di antara kalian dengan sangat mengejutkan berbicara tanpa ilmu , tanpa petunjuk , tanpa kebaikan bahkan tanp akal.

sebenarnya tujuan utama jika masi ada kebaikan dari kalian cukup menasehati mereka, adapun kalian menjadi pembela hizbiyyun atas kami, kalian senantiasa bangkit tidak henti hentinya untuk memenuhi dunia dengan fitnah , hanya untuk membela adeny dan komplotannya , kalian akan sia sia wahai saudaraku ! jangan kalian sibukkan diri kalian dengan mereka , jika kalian mempunyai sisa akal ! kamu atau ubaid !!!…..

yang jelas bukhori penyulut ( fitnah ) penyulut ( fitnah ) dulu seperti mereka lakukan, tatkala muncul fitnah abul hasan beberapa saat dia lihat para masyaikh bangkit membela , maka diapun ikut ikutan , sampai berkobarlah fitnah hizbiyyun mar’iyyun lepaslah dia dalam barisan mereka.

mereka orang orang hizbiyyun mereka ini pengail yang pergi kesana kemari, agar mereka yang di sana masuk dalam perangkapnya.demi Alloh aku nasehati kalian untuk lebih kasih sayang kepada diri diri kalian kalo kalian menginginkan persaudaraan. kita saling bersaudara dengan sesama menginginkan persaudaraan sesama salafiyyah se agama,kita senantiasa memohon dan berusaha untuk merealisasikannya.

dan kalian berlaku sombong kepada kami , kamu dan ubaid al jabiri dan semisal dengan kalian , apa urusan kalian wahai saudaraku,( rujukan) antara kita dan kalian , apa urusan kalian wahai saudaraku, ( rujukan ) antara kita dan kalian adalah kitab dan sunnah,jika kalian masi menginginkan persaudaraan,

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ

” seorang mukmin bersaudara dengan mukmin lainnya “

dan siapa berbuat kejelekkan,maka tebusannya bertaubat dan minta udzur.

dan kamu demi Alloh sangat banyak untuk berada di markiz dari beberapa markiz agar kamu belajar kitabulloh ( al quran ) dan sunnah rosululloh shalallahu alaihi wa salam kamu hafalkan al quran,hafalkan shohih bukhori,shohih muslim daripada kamu sibuk dengan kedua AL MARI’E,daripada kamu sombong kepada kita,kepada dakwah,dan kepada syaikh muqbil kamu katakan :

” KHOWARIJ,KAMI TIDAK PERNAH BERPRASANGKA BAIK “

dan sebagainya, seruan seruan permusuhan,kebencian,yang bersumber dari kedustaan.dengan kebenaran apa wahai saudaraku ! kebenaran yang mana ? engkau telah berjalan bersama hizbiyyun atas kami.mereka itu murid kami,mereka telah berbuat keji dan penebar fitnah, kami sudah mengarahkan mereka sampai capek, kami nasehati mereka , namun mari’e tidak mengingkan terkecuali hizbiyyah, kami jelaskan keadaan mereka, apa urusan kalian ikut masuk kedalamnya !



Dari Abu Hurairah radhiyallâhu’anhu, dia berkata:
“Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah
meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya”.”
(Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya seperti itu).

yang jelas dia ( bukhori ) telah membuat kejelekan untuk dirinya.inilah kesimpulannya,dan dia tidaklah dia itu kecuali hanya buntut ubai, ikut ikutan karenanya , itulah apa yang kita dengar darinya. kalau anda mendengarkan wahai saudaraku ( bukhori ) anda akan terheran heran dengan ucapannya , terkumpul di dalamnya aniaya, kedholiman , kebohongan , ketololan , jelek adab , jelek ahklaq , sempit dada dan lain sebagainya.

kalian menginginkan kita bersaudara di atas dasar kitab dan sunnah rosululloh shalallahu alaihi wa salam kamu atau yang lainnya , atau muhammad bin hadi atau siapa saja yang ingin melontarkan kepada kami dengan kebathilan, kita bersaudara


Rabu, 08 Desember 2010

TERJEMAHAN BANTAHAN AL IBANAH hal 63-82 selesai

Terjemah hal 63-82

بسم الله الرحمن الرحيم

Kukatakan: penerapan manhaj (kita nasihati tapi kita tidak membeberkan dan mencemarkan nama baik!!) akan mematikan kaidah-kaidah syar’iyyah semacam ini, dan membatalkan manhaj salaf dan manhaj para imam jarh wat ta’dil dalam bermuamalah dengan kesalahan-kesalahan yang telah tersiar, menjatuhkan jerih payah, serta meruntuhkan benteng pelindung manhaj salafi.

Al-’Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah ta’ala berkata: (termasuk kaidah syar’iyyah adalah bahwasanya nasihat terhadap kesalahan yang bersifat individu dan tersembunyi itu dimulai dengan cara rahasia terlebih dahulu, adapun kesalahan yang diucapkan ataupun dilakukan di depan khalayak ramai maka wajib dijelaskan pula di hadapan khalayak ramai, inilah konsekwensi nasihat terhadap segenap kaum muslimin, akan tetapi bilang aja bahwa nasihat bagi kalian tidak diterima…dan bilang aja bahwa menurut kalian nasihat itu adalah pencemaran nama baik dan kalian senangnya kami pilihkasih dan mendiamkan kesalahan-kesalahan kalian tidak membicarakan kesalahan-kesalahan kalian).

Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: (Adapun kalau seseorang sudah menampakkan kemungkaran terang-terangan, wajib mengingkarinya dengan terang-terangan, tak tersisa baginya ghibah (gunjingan), dan wajib dihukum secara terang-terangan dengan hukuman yang membuatnya jera dari kemungkaran-kemungkaran tersebut berupa hajar (pemboikotan) dan selainnya) Al-Fatawa 28/217.

Al-’Allamah Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata: (tidak seorangpun yang terjaga dari kesalahan melainkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hendaknya kita semua memahami ini, dan kita tidak boleh menutup-nutupi kesalahan karena berat sebelah dan memihak kepada fulan, bahkan wajib atas kita menjelaskan kesalahan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Agama itu adalah nasihat” kami katakan: kepada siapa? Beliau menjawab: “terhadap Allah, kitabNya, RasulNya, dan para imam muslimin dan keumuman kaum muslimin.” penjelasan terhadap kesalahan merupakan nasihat terhadap semua,adapun menyembunyikannya maka itu menyelisihi nasihat).selesai

Para imam terdahulu sangat tegar menerapkan manhaj ini dalam bermuamalah dengan ahlu tahazzub (sekte-sekte) ahlul bida’ dan orang-orang yang menyimpang, para imam tersebut membeberkan kebobrokan mereka, mencemarkan nama baik mereka, bahkan mereka menganggap ini termasuk kelebihan seseorang dan keteguhannya di atas sunnah.

‘Ali bin Syaqiq berkata: Saya mendengar ‘Abdullah bin Mubarak berkata di depan umum: “Tinggalkan hadits ‘Amr bin Tsabit! karena dia mencela salaf. Diriwayatkan Muslim di Muqaddimah Shahihnya (1/89)

Dan berkata ‘Amr bin Dinar: Manakala Thowus sedang thawaf di ka’bah, Ma’bad Al-Juhani menemuinya, maka Thowus berkata kepadanya: Kamu Ma’bad? Jawabnya: Iya, ‘Amr berkata: Thowus-pun menoleh kepada mereka seraya berkata: Ini dia Ma’bad, hinakanlah dia. Diriwayatkan Al-Laalikaai di “Syarh Usul ‘Itiqad Ahlus Sunnah” No. 1141.

Telah diriwayatkan dalam biografi Imam Ahmad bin ‘Aunillah Abu Ja’far Al-Andalusi (tahun 378 hijriyyah) dalam (Tarikh ibni ‘Asakir)(5/118): (Dulu Abu Ja’far Ahmad bin ‘Aunilloh adalah orang yang (senantiasa) ihtisab (mengharapkan pahala) dalam bersikap keras terhadap ahlul bida’ dan menghinakan mereka…dan apabila ia mendapati suatu kemungkaran dan menyaksikan penyimpangan terhadap sunnah ia menetangnya, membeberkan kesalahannya, terang-terangan


menyebut namanya, berlepas diri darinya, dan mencercanya dengan sebutan kejelekan di depan khalayak ramai).

Dan tiada yang mendorong Ahlus Sunnah untuk itu melainkan kecemburuan terhadap agama jangan sampai di nisbahkan kepadanya sesuatu yang bukan darinya, dan tiada bagi mereka pada sikap tersebut secuil keuntungan untuk diri-diri mereka ataupun hawa nafsu mereka.

Ibnul Jauzy rahimahullah ta’ala berkata: (Saking kuatnya tamassuk (berpegang teguh) Imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal terhadap sunnah dan larangan beliau terhadap bid’ah sampai-sampai (terkadang) membicarakan beberapa orang baik apabila timbul dari mereka sesuatu yang menyelisihi sunnah, dan kalam beliau tersebut di bawa kepada nasihat demi agama)Manaqib Al-Imam Ahmad hal. 253.

Adapun menyembunyikan kesalahan demi menjaga nama baik fulan dan tidak mencemarkan nama baiknya, dengan membiarkan kesalahan yang tersebar dengan nama agama, itu bukanlah termasuk nasihat dalam agama, (bahkan) termasuk pengkhianatan terhadap perjanjian yang Allah ambil dari ulama, Allah ta’ala berkata:

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ [آل عمران/187]

Dan ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab: “Hendaklah kalian menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kalian menyembunyikannya,” lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka (tidak mengamalkannya) dan menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk apa yang mereka tukarkan.” [Ali 'Imran: 187].

Al-’Allamah Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata: (Tidak boleh diam dari siapa yang keluar dari lingkup kebenaran dengan sengaja, bahkan wajib menyingkap perkaranya, dan membeberkan kesalahannya supaya manusia berhati-hati darinya,…mereka berkata: tinggalkan bantah-membantah, biarkan manusia memiliki kebebasan berpendapat dan jangan usik kehormatan mereka, kebebasan berpendapat dan kebebasan berbicara, dengan ini umat akan binasa, para salaf tidaklah diam (dari membicarakan) semacam mereka, bahkan para salaf membongkar kesalahan mereka dan membantah mereka, disebabkan mereka tahu bahayanya mereka itu terhadap ummat, kita tidak bisa diam dari kejelekan mereka, bahkan harus menjelaskan apa yang Allah turunkan, kalau tidak berarti kita adalah orang-orang yang menyembunyikan, termasuk dari orang-orang yang Allah katakan tentang mereka:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ [البقرة/159]

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang nyata) dan petunjuk, setelah Kami terangkan kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itulah yang Allah la’nat dan dila’nat oleh semua yang mela’nat, [Al-Baqarah: 159]…. Maksud dan tujuan kita adalah kebenaran, bukan maksud kita menjarh manusia atau membicarakan manusia, tujuannya adalah penjelasan terhadap kebenaran, dan inilah amanah yang Allah bebankan (di pundak-pundak) ulama, maka tidak boleh diam dari semacam mereka) Ithaful qori (1/114-115).

* Dengan ini dapat diketahui bahwasanya ucapan Syaikh Muhammad Al-Imamwaffaqohullah: (maka tindakannya menempuh jalan jarh dan pencemaran nama baik adalah sikap fanatik terselubung terhadap diri dan hawa)!!

Dan ucapannya: (Apabila maksud dari penyebaran jarh dan pencemaran nama baik adalah kecemburuan terhadap agama dan disebabkan ia tidak bisa bersabar melihat dan menyaksikan kesalahan, pada maksud dan sikap ini di dalamnya terdapat pengagungan/membanggakan diri)!!

Adalah membuat-buat usul batil yang berbahaya! Dan celaan yang jelas terhadap amanah para imam jarh wat ta’dil dan siapa yang menempuh jalan mereka bahwa mereka itu fanatik terhadap diri dan hawa, dan mereka itu merasa bangga diri, serta mencela manusia hanya karena kecemburuan terhadap agama…!!

Maka hendaknya Syaikh Muhammad Al-Imam bertaubat dari tuduhan dan celaan ini, karena pada hakikatnya celaannya ini adalah perantara untuk mencela manhaj salafi dengan menjelek-jelekkan pembawanya, wa laa haula wa laa quwwata illa billah!

Dan mengada-ngadakan kaidah semcam ini dalam medan jarh wat ta’dil membuka pintu manhaj lembek yang luas bisa menerima siapa saja, karena itulah Syaikh Rabi’ berkata pada bantahannya terhadap ‘Adnan ‘Ar’ur bertajuk “Daf’u Bagyi ‘Adnan ‘ala ‘Ulama Sunnah” sebagaimana di “Majmu’ Al-Kutub war Rasail wal Fatawa” (11/224-225): (Dan kaidah ini: Kita saling nasihat dan tidak saling membeberkan kesalahan, tidak menutup kemungkinan di ambil dari kaidah emas dari kaidah Al-Banna: “Tolong menolong dalam perkara yang kita sepakati dan memberi uzur satu sama lain pada perkara yang kita berselisih padanya”, yang meluas dan meluas sampai kebanyakan ikhwanul muslimin dewasa ini menyeru kepada wihdatul adyan (penyatuan agama), dan menyeru kepada kesatuan ummat di bawah satu panji padahal di antara mereka ada rafidhah dan bathiniyyah.

Maka hendaknya ahlus sunnah siaga terhadap kotoran ini jangan sampai menodai manhaj mereka, dan supaya tidak gentar dengan goncangan-goncangan seperti ini di atas kebenaran.

Dan benarlah Al-’Allamah ibnul Wazir rahimahullah manakala beliau berkata: “Seandainya para ulama –radhiyallahu ‘anhum- meninggalkan pembelaan terhadap kebenaran karena takut dari ucapan makhluk, niscaya mereka akan banyak menelantarkan dan takut kehinaan” Al-’Awashim wal Qowashim1/223 wallahul muwaffiq.

Pembahasan Kedua:

(Mengumpulkan antara pengkritik dan yang dikritik untuk berhukum termasuk solusi terbaik untuk menyelesaikan pertikaian dan usul yang wajib diwasiatkan dengannya)

Syaikh Al-Imam waffaqohullah telah menetapkan kaidah ini di kitabnya “Al-Ibanah” dalam dua bab beliau membuat kedua bab tersebut untuk pembahasan ini yaitu:

(Termasuk solusi terbaik untuk menyelesaikan pertikaian: mengumpulkan antara pengucap dan yang diucapkan tentangnya), dan (Penentu hukum dan Pelerai pertikaian).

Dan di antara yang beliau ucapkan waffaqohullah hal. 80: (Apabila sampai kepada seorang pemimpin/pengurus saudaranya suatu celaan terhadap salah seorang di antara mereka, maka yang dituntut adalah ia mengumpulkan antara yang mengucapkan (celaan tadi) dan yang dicela, dan mendengarkan dari kedua belah pihak, cara ini lebih tepat untuk mengetahui hakikat perkaranya)-kemudian ia berdalil atasnya dengan dua hadits dalam masalah berhukum, salah satunya hadits dhoif, satunya lagi shahih tapi tidak ada dalil tentang itu pada hadits tersebut! Dan ucapan-ucapan ulama tentang hal itu, kemudian berkata: (yang berbicara dengan kitab dan sunnah adalah ulama, maka apabila bertikai dua orang dari kalangan ulama atau para da’i atau penuntut ilmu, maka rujukannya kepada kitabullah dan sunnah RasulNyashallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ulama-lah yang membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah) kemudian berdalih dengan beberapa atsar tiada pada atsar-atsar tersebut pengesahan manhaj menyeru untuk berhukum antara yang menjarh dan yang dijarh!.

*dan berkata –waffaqohullah- Hal. 86 setelah menyebutkan dua hadits (kedua hadits ini[1] adalah pilar bahwa seorang hakim antara dua orang yang bertikai tidak memutuskan hukuman kepada salah satu pihak di antara keduanya hingga ia mendengar dari pihak kedua, dan tidak diragukan lagi bahwasanya ini adalah pokok yang wajib saling mewasiatkan dengannya, sebagaimana yang disimpulkan oleh salaf dan setelah mereka…-sampai ucapannya:- dan para imam jarh wat ta’dil adalah para hakim terhadap para perawi dan da’i)!!!!

Dan penerapan Syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohullah- tata cara ini terhadap jarh wat ta’dil! dan menempuhnya dengan menjadikannya sebagai penentu pada permasalahan jarh adalah tata cara yang muhdats tidak ditempuh oleh salafush shalihridhwanallahi ‘alaihim.

Dan yang menunjukkan bahwa dia maksudkan penerapannya di medan jarh wat ta’dil adalah ucapannya setelah kalamnya yang telah lewat: (dan para imam jarh wat ta’dil adalah para hakim terhadap para perawi hadits dan da’i)!!!!

Yaitu hal itu (mengumpulkan dan mendengarkan kedua belah pihak) juga diterapkan di medan jarh wat ta’dil pada vonis-vonis mereka terhadap para perawi hadits, dan vonis-vonis mereka terhadap para da’i kepada bid’ah dan selainnya!! Karena mereka adalah para hakim sebagaimana para qodhi adalah hakim!!

Bahkan Syaikh Muhammad Al-Imam terang-terangan mengungkapkan pemikiran (salah) tersebut pada fitnah yang sedang melanda ini! Di mana dia berkata sebagaimana pada salah satu majlisnya yang terekam: (Maka kita tidak memihak terhadap siapapun, dan kita tidak menerima vonis untuk memboikot


[1] Adapun hadits pertama yang ia sebutkan adalah hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhubahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

إذا تقاضى إليك رجلان فلا تقض للأول حتى تسمع كلام الآخر فسوف تدري كيف تقضي قال علي فما زلت قاضيا بعد

“Apabila dua orang berhukum kepadamu, maka janganlah engkau memberi keputusan kepada yang pertama hingga kamu mendengar apa kata yang lain, sehingga kamu tahu bagaimana kamu berhukum” ‘Ali berkata: Setelah itu aku senantiasa menjadi hakim.

Hadits ini adalah hadits Dhoif, dia punya dua sanad: dalam salah satu sanadnya ada Hansy bin Al-Mu’tamir dan dia itu Dhoif terutama riwayatnya dari ‘Ali, ibnu ‘Adiy telah mendatangkan haditsnya di kumpulan hadits-haditnya yang mungkar di “Al-Kamil” (2/844), jalan kedua terdapat Asbath bin Nashr dan dia itu Dhaif, terutama riwayatnya dari Simak sementara di sini ia meriwayatkannya dari Simak.

Adapun hadits kedua adalah hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

إنكم تختصمون إلي ولعل بعضكم ألحن بحجته من بعض فمن قضيت له بحق أخيه شيئا بقوله فإنما أقطع له قطعة من النار

“Sesungguhnya kalian bertikai dan meminta hukum kepadaku, maka barangkali sebagian kalian lebih fasih mengungkapkan hujjahnya dari sebagian lainnya sehingga aku memutuskan kemenangan untuknya karena kefasihannya maka barangsiapa yang aku putuskan kemenangan untuknya padahal itu adalah hak saudaranya maka sesungguhnya aku hanyalah memberinya potongan dari neraka.” Dan hadits inimuttafaqun ‘alaihi, tapi tidak ada padanya pendalilan yang menunjukkan wajibnya yang disangkakan, dan tidak ada padanya pendalilan yang menunjukkan bahwasanya tata cara berhukum diterapkan di medan jarh wat ta’dil!! lihatlah apa yang akan datang di atas.

atau vonis hizbiyyah ataupun pembid’ahan kecuali apabila vonis tersebut adalah keputusan ulama yang sudah menjadi rujukan, dan terkemuka, karena manakala fulan dan fulan bertikai mesti ada yang menjadi hakim, mesti ada pihak ketiga (!!), yaitu yang menjelaskan kwantitas kesalahan dan siapa yang benar dan siapa yang salah, demikian juga kesalahan tersebut sampai ke tingkat apa pelakunya, apakah menunjukkan kehizbiyahannya ataukah tidak sampai ke taraf tersebut, dari kesalahan-kesalahan ada yang tidak seorangpun yang lepas darinya.)!!

Kemudian dia menganggap itu adalah kesimpulan salaf dan orang yang datang setelah mereka!!! Dan upayanya mewajibkan tata cara ini di medan jarh wat ta’dil! amat sangat jauh dari penetapan kaidah dan pengesahan!! Serta jauh dari manhaj salafush shalih radhiyallahu ‘anhum! Dengan beberapa alasan:

1 Sudah diketahui bersama bahwa di sana ada beberapa perbedaan antara syahadah dan riwayah, dan bab al-qodho (hukum) berkaitan dengan yang pertama (syahadah) dan bab jarh wat ta’dil berkaitan dengan yang kedua (riwayah).

Dan yang paling bagus menyimpulkan perbedaan-perbedaan antara keduanya adalah Al-Marwazi di “Syarh Al-Burhan”, kalamnya tersebut di nukil dan di benarkan oleh Al-Qorofi rahimahullah di kitabnya yang bagus “Al-Furuq” (1/hal.79 dan setelahnya) cet. Darus Salam, ia berkata pada perbedaan pertama: (Syahadah dan riwayah kedua-duanya khabar, hanya saja apabila yang dikabarkan tentangnya adalah perkara umum bukan perkara yang khusus menyangkut sesuatu maka dia adalah riwayah, seperti kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

((إنما الأعمال بالنيات))

“Amalan-amalan itu tergantung niatnya” dan hak syuf’ah (hak membeli lebih dahulu) pada barang yang tidak terbagi bukan milik pribadi orang tertentu bahkan hal itu hak seluruh makhluk di segenap jaman dan tempat, berbeda dengan ucapan seorang adil di depan hakim ini punya hak di sisi ini satu dinar, ini adalah keharusan kepada individu tertentu tidak melampauinya kepada selainnya, inilah syahadah murni, dan yang pertama adalah riwayah murni, kemudian berkumpul setelahnya (beberapa kesamaan -pent) dan sisi kesesuaian antara syahadah dengan disyaratkannya jumlah ketika itu juga dan syarat-syarat yang lain adalah bahwa pengharusan kepada suatu individu tertentu disangkakan padanya permusuhan batin yang tidak diketahui oleh hakim yang mendorong seorang musuh untuk mengharuskan lawannya sesuatu yang tidak harus atasnya.

Makanya syari’at mengambil tindakan pencegahan dari itu dan mensyaratkan dengannya saksi lain untuk mencegah kemungkinan ini…-kemudian ia menjelaskan sisi kesesuaian disyaratkannya jumlah dalam syahadah dan tidak disyaratkan pada riwayah, dan syarat jenis kelamin, orang merdeka ataukah budak berbeda dengan riwayah..sampai ke ucapannya:-ketika itulah kita katakan khabar itu terbagi menjadi tiga bagian: 1- riwayah murni seperti hadits-hadits Nabi 2- syahadah murni seperti kabar para saksi tentang hak-hak orang-orang tertentu di depan hakim 3- bercampur antara syahadah dan riwayah).-selesai-

Kukatakan: Apabila engkau mencermati permasalahan jarh wat ta’dil niscaya engkau akan dapati definisi riwayah berlaku di medan ini, di mana jarh wat ta’dil itu berkaitan dengan perkara umum bukan perkara khusus, karena jarh terhadap perawi dan ta’dilnya itu berkaitan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syari’at, begitu pula jarh terhadap ahlul bida’ dan ahwa serta ahlul fitan juga kaitannya umum dari segi mudharat-mudharat yang timbul dari dari mereka terhadap agama dan masyarakat…

Imam ibnu Rajab rahimahullah di “Syarh ‘ilalut Tirmidzi” pada kalam beliau terhadap jarh wat ta’dil: (Karena menyebutkan aib seseorang kalau itu demi kemaslahatan meskipun kemaslahatannya hanya terhadap individu, seperti mencela dan menolak persaksian orang yang bersaksi dengan persaksian palsu itu boleh tanpa diperselisihkan, terlebih lagi kalau penyebutan aib tadi demi kemaslahatan umum kaum muslimin, telah meriwayatkan ibnu Abi Hatim dengan sanadnya dari Bahz bin Asad, ia berkata: ((seandainya seseorang punya hak sekian dirham atas orang lain kemudian orang tersebut mengingkari haknya, dia bisa mengambil haknya dengan mendatangkan dua saksi yang adil, maka agama Allah itu lebih berhak di ambil dari jalan orang-orang yang adil)).-selesai-

Demikianlah dari segi tidak disyaratkannya jumlah dan dicukupkan dengan satu dalam jarh wat ta’dil, juga tidak disyaratkan (pembawa kabar) laki-laki dan merdeka…dan seterusnya.

Berbeda dengan Al-Qodho’ (hukum) ia masuk dalam bab syahadah, ada padanya percekcokan, mesti jumlah saksi lebih dari satu, dan tidak dicukupkan dengan satu saksi saja, dan kaitannya terhadap pribadi tidak umum…dan sebagainya, dan ini jelas tidak perlu uraian panjang lebar.

Jadi jauh sekali antara kedua bab, dengan ini jelaslah kesalahan kaidah yang dibuat oleh Syaikh Muhammad Al-Imam waffaqohullah serta upayanya memasukkan jarh wat ta’dil ke dalam medan hukum!!

2- Para imam jarh wat ta’dil sejak salafus shalih kita terdahulu sampai sekarang, kitab-kitab mereka dipenuhi dengan jarh terhadap para perawi hadits dan ahlul bida’, dengan ketentuan dan kaidah ilmu ini, dan tidak pernah mereka mengadakantahakum (mengadakan majlis pengadilan) antara Syu’bah dengan orang-orang yang ia jarh, tidak pula antara ibnu Ma’in, Al-Qoththon dan Ahmad…dengan orang-orang yang mereka jarh!!

Engkau dapati salah seorang dari mereka berkata: Fulan kadzdzab (pendusta), atau mencuru hadits, atau kacau hafalannya…atau menjelaskan bid’ah yang dilakukan para ahli bid’ah, penyimpanngan orang-orang yang menyimpang yang mereka itu menebar kerusakan terhadap manhaj salaf dan menyiarkan pemikiran-pemikiran busuk mereka serta golongan-golongan dan sekte-sekte mereka, hingga para imam berkata: fulan mu’tazilah atau khawarij atau qodari….

Apakah para imam dahulunya berkata: kalian mesti mengadakan majlis pengadilan dengan orang-orang yang kalian jarh!! Dan mesti kita dengar dari kedua belah pihak, dan harus ada hakim, mesti ada pihak ketiga!! yaitu yang menjelaskan kwantitas kesalahan dan siapa yang benar dan siapa yang salah! Senagaimana yang diserukan oleh Syaikh Muhammad Al-Imam –Ashlahahullah-!!kebatilan ini jelas dan nyata!!

Syaikh Al-Imam telah didahului oleh tukang buat-buat kaidah palsu ‘Adnan ‘Ar’ur pada kaidah ini, di mana ‘Adnan dulu juga menetapkan kaidah tersebut, dan menuntut Syaikh Rabi majlis pengadilan karena telah menjarh dirinya.

Maka Syaikh Rabi’ hafidzahullah menjawab dan menjelaskan kebatilan kaidah ini, dan kami menjadikan jawaban beliau sebagai jawaban terhadap kaidah Syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohullah- karena semuanya keluar dari satu mata air!!

Syaikh Rabi’ hafidzahullah berkata di “daf’ Bagyi ‘Adnan ‘ala ‘Ulama’ As Sunnah wal Iman” sebagaimana di “Majmu’ Al-Kutub wa Ar-Rasail wa Al-Fatawa” (11/218): “Saya tidaklah menolak untuk berhukum –wal ‘iyadzu billah- kepada allah dan RasulNya, hanya saja dia (‘Adnan) menuntut untuk berhukum kepada orang-orang (tertentu), dan saya meyakini bahwa kebenaran bersamaku lalu saya mengalah darinya, dan dari hakku dan hak manhaj salafi, dari hak-hak salafiyyah serta dari usikan, celaan, dan cercaannya, saya tidak menginginkan melainkan menyelesaikan fitnah ini dengan menyepakati ulama dan saya tidaklah pingin mencela nasabnya ini adalah dusta,apakah pantas bagi seseorang yang kebenaran bersamanya kemudian pergi ke pengadilan sementara haknya jelas, apabila haknya telah jelas selesai perkaranya, jadi hakku jelas inilah yang mendorongku untuk tidak menyambut seruannya untuk mengadakan majlis pengadilan dengan fulan dan fulan dan inilah yang rajih di sisiku, adapun kalau dia (ngaku) bahwa dia mengajakku untuk berhukum kepada Allah dan kitabNya pada haknya dia maka ini tidaklah ada, ini adalah dusta).

Dan berkata Syaikh Rabi’ hafidzahullah pada sumber tadi (11/175): (Adapun yang berkaitan dengan tuntutan untuk berhukum di depan ibnu ‘utsaimint, ia meminta ini dari beliau dan membesar-besarkan perkara dengan sangat di depan beliau dan menampakkan diri bahwa dia di zalimi oleh Rabi’ dan..dan.. seterusnya, kemudian ibnu ‘Utsaimint menelponku dan menawariku untuk mengadakan majlis pengadilan, maka akupun meyakinkan beliau bahwasanya perkara ini tidak perlu di adakan majlis pengadilan karenanya, karena orang ini membela ahlul bida’ dan menetapkan kaidah-kaidah bid’iyyah yang rusak, dan melakukan, dan melakukan, dan melakukan, kemudian apakah anda bersedia untuk mempelajari semua yang telah terjadi antara aku dan ‘Adnan di dalam kitab-kitab dan kaset-kaset, beliau jawab: tidak, saya tidak punya kesiapan, kukatakan: kalau begitu yang pertama kali yang anda mesti ketahui adalah bahwasanya orang semacam ini tidak perlu di adakan majlis pengadilan dan tidak pula di sambut seruannya ini, karena dia itulah pelaku kebatilan dan dialah penjahat terhadap manhaj salaf dan dia demikian, demikian dan demikian, jadi menurut saya hendaknya anda menasihatinya supaya bertaubat kepada Allah dan kembali, ibnu ‘Utsaimin pun ridha dengan ini, dan beliau sampai sekarang masih hidup tanyalah ia).

Kukatakan: dan demikianlah –demi dzat yang tiada sesembahan yang berhak di sembah selainNya- jawaban Syaikh Yahya hafidzahullah kepada para masyayikh, bahwasanya ‘Abdurrahman Al-’Adni maftun dan bergerak dengan gencar membuat perpecahan dan hizbiyyah, ia telah menzalimi kami dan dakwah, dan saya nasihatkan kalian, daripada kalian menjadikan diri-diri kalian sebagai hakim terhadap saya sementara saya telah menjelaskan fitnahnya, mending kalian menasihatinya supaya bertaubat kepada Allah ta’ala dari fitnahnya!-selesai-

Inilah Syaikh ibnu ‘Utsaimint rahimahullah menerima nasihat Syaikh Rabi’ untuk itu, mengapa beliau rahimahullah tidak menjadi panutan pada sikap tersebut di sisi masyayikh hafidzahumullah?!

Dan di antara yang Syaikh Yahya katakan di “Mujmalut Taqwim wa Ash-Shiyanah”: (Adapun perkara kita ini, adalah perkara yang lebih ringan dari ini semua kalau saja lepas dari hasrat penyebar luasannya terhadap kami di sebabkan tujuan-tujuan dan dorongan-dorongan tertentu, Allah tidaklah lalai dari semua itu, maka tidaklah perlu dengan kemerosotan dan pembesar-besaran semacam ini, perkaranya adalah sebagian murid kami melakukan demikian dan demikian dan tahazzub, kalau mereka ruju’ kalau tidak Allah akan ganti, dan sungguh Allah telah ganti dengan yang lebih baik dari mereka walillahil hamd.

Dan sebaik-baik yang di tempuh oleh siapa yang menginginkan kebaikan bagi dirinya pribadi dan bagi mereka pada permasalan ini adalah anjuran kepada mereka untuk bertaubat dan kembali kepada jalur yang benar, tidak perlu kalian capek-capek membela kesalahan-kesalahan mereka dan kesalahan selain mereka bersamaan sekaligus, dan menyemangati mereka berlarut-larut dalam kebatilan, ini adalah cara yang salah dari pangkalnya sampai ujungnya walaupun kelihatan bagus di hadaoan kalian yang kalian namai (..tawaqquf..) atau (..upaya mendamaikan) karena ini sungguh akan memudharatkan si pembela dari kebatilan dan siapa yang dibela, karena al-haq itu amatlah kuat untuk tunduk hanya sekedar unjuk gigi (banyak-banyakan -pent) tanpa di barengi dengan burhan.

Inilah yang benar di sisi orang yang telah mengenal keagungan al-haq, dan menempatkan segala sesuatunya pada tempatnya, dengan pemahaman fiqh yang di ambil dari perkataan Allah ta’ala:

وَلَا تَكْسِبُ كُلُّ نَفْسٍ إِلَّا عَلَيْهَا [الأنعام/164]

“Tidaklah suatu jiwa berbuat (dosa) melainkan (kemudharatannya) kembali kepada dirinya sendiri.” [Al-An'am: 164]. Dan perkataanNya:

وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى [الأنعام/164]

“pelaku dosa tidak akan memikul dosa selain dosanya” [Al-An'am: 164].

3- Seruan Syaikh Muhammad Al-Imam bahwa usul yang wajib: adalah seorang hakim atau penengah mesti mendengar dari kedua belah pihak sebelum berhukum! Dan di antara yang membuntuti usul ini adalah bahwasanya tidak boleh menghukumi orang ghaib (tidak ada): yang benar perkara itu tidak benar secara mutlak! Sebagaimana yang akan datang, dan parahnya lagi penerapannya terhadap jarh para ahli jarh wat ta’dil!! serta menjadikannya jalan bagi mereka dan usul yang mesti di tempuh!!! Telah lewat bahwasanya itu tidaklah terwujud dalam manhaj ahli jarh wat ta’dil, dan mereka menerima khabar satu orang yang adil dari mereka sebagai pengamalan terhadap dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya menerima khabar orang tsiqoh (terpercaya).

Para imam telah mentanshih: Al-Khathib Al-Baghdadi di (Al-Kifayah), ibnu Sholah di (Al-Muqaddimah), An-Nawawi di (At-Taqrib), ibnu Katsir di (Ikhtishar ‘Ulumul Hadits) dan selain mereka, bahwasanya tidak disyaratkan dalam menerima suatu jarh (kritikan) mesti berjumlah lebih dari satu penjarh (pengkritik). Berbeda dengan majlis hukum dan pengadilan, tidak cukup dengan satu saksi sebagaimana yang telah lewat.

Ibnu Sholah telah menjelaskannya dengan ucapannya: (karena jumlah tidaklah di syaratkan dalam menerima khabar maka tidak pula disyaratkan dalam jarh seorang perawi dan ta’dilnya (rekomendasi) berbeda dengan persaksian)(ma’rifah Anwa’ ‘Ulumul Hadits) hal.220.

Syaikh Al-Imam telah didahului kepada pengadaan usul Al-’Ur’ury ini olehMuhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi hadahullah di mana dia berkata dalam kaset “Ahammiyyah Iltifaf haulal ‘Ulama” tanggal 13/12/1428:

(dan barangsiapa yang punya tuduhan/pengakuan tidak mengapa ia paparkan kepada ulama, kemudian mereka akan melihat dengan kaca mata inshaf, kemudian menghukumi dengan apa yang mendekatkan mereka kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan ini akan selesai masalah, adapun seseorang menuduh kemudian dia juga yang berhukum(!!)…yaitu maknanya dia yang menuduh dan dia juga hakimnya(!!)…maknanya bahwasanya kamu si penuduh dan kamu yang menghukumi, ini tidak benar cukup kamu jadi penuduh saja, adapun berhukum bukan kamu! Yang berhukum adalah ulama (!!) wajib bagi kita semua mengajari manusia bagaimana mempelajari kitab dan sunnah?! Dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan mereka?! Jangan sampai kesalahan dari kita kita mendakwahkan kemudian kita sendiri berselisih dengan ucapan-ucapan kita demikian juga amalan-amalan kita, bagaimana mereka memutuskan keputusan hukum di antara manusia? Bagaimana mereka berhukum di antara manusia?)-selesai-

Dulu tukang bikin kaidah-kaidah batil ‘Adnan ‘Ur’ur menetapkan hal tersebut dalam bantahan batilnya terhadap Syaikh Rabi’ hafidzahullah, kemudian beliau menjawab dan menjelaskan kebatilan usul tersebut, dan kami juga menjadikan jawaban beliau sebagai jawaban terhadap usul Syaikh Muhammad Al-Imam waffaqohullah!

Syaikh Rabi’ hafidzahullah berkata: di “Daf’ Bagyi ‘Adnan ‘ala ‘Ulama As-Sunnah wa Al-Iman” sebagaimana di “Majmu’ Al-Kutub wa Ar-Rasail wa Al-Fatawa” (11/130-132): (Sungguh kami sangat terheran-heran dengan campur aduk orang ini pada kalamnya terhadap ulama…dan yang lebih mengherankan lagi bahwasanya dia mencampur adukkan antara hukum dan fatwa, kadangkala dia menganggap jawaban-jawaban mereka termasuk fatwa, dan kadangkala dia menganggapnya bagian dari hukum dan ini adalah pencampur adukan yang aneh dan asal-asalan yang darinya…

Intinya bisa dipahami dari ucapannya dalam hukum: bahwasanya tidak boleh berhukum terhadap orang yang tidak hadir di setiap keadaan

Dan ini adalah kalam batill, karena ada banyak keadaan boleh ketika itu berhukum terhadap orang yang tidak hadir dan tidak disyaratkan kehadirannya, dan tidak mesti seorang hakim mendengar dari kedua belah pihak, dan ini adalah perkara yang tetap, dalilnya adalah: Hindun binti ‘Utbah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: (Abu Sufyan adalah seorang pria yang kikir ia tidak memberiku apa yang mencukupiku dan anakku, (bolehkah) aku mengambil (sendiri) dari hartanya (tanpa sepengetahuannya)? Beliau menjawab: ambil dari hartanya apa yang mencukupimu dan anakmu.

Beliau tidak berkata: Mana Abu Sufyan? Mana dia datangkan ia kepadaku supaya dia bisa mendengar ucapan ini, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammemutuskan hukuman terhadapnya sementara dia tidak hadir, dan membolehkan perempuan tadi istri Abu Sufyan untuk mengambil sebagian dari hartanya meskipun ia tidak ridha, dan ini adalah hukum terhadap orang yang ghaib.

Dalam madzhab-madzhab: Madzhab Ahmad, Syafi’i, Malik dan selain mereka dari para ulama: Bahwasanya dalam hak-hak para hamba dan pada mu’amalah boleh berhukum terhadap orang ghaib.

Kali ini aku mendatangkan ucapan Al-Bukhari:

- Beliau berkata: ((Bab. Hukum Terhadap Orang Ghaib)) kemudian meriwayatkan dengan isnadnya dari jalan ‘Urwah dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: Bahwasanya hindun berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: (Abu Sufyan adalah orang kikir hingga saya butuh mengambil dari hartanya (tanpa izinnya), maka Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Ambillah apa yang mencukupimu dan anakmu menurut kebiasaan)

Jadi Imam Bukhari berpendapat bolehnya berhukum terhadap orang ghaib.

- Berkata Al-Hafidz di “Al-Fath” di juz 13 hal. 171: (ucapannya: terhadap orang ghaib): yakni pada hak-hak bani adam selain Allah menurut kesepakatan meskipun telah tegak bukti nyata terhadap orang ghaib bahwasanya dia mencuri misalkan, dihukumi dengan (mengembalikan) harta tanpa potong tangan.

Ibnu Baththol berkata: Malik, Laits, Syafi’i, Abu ‘Ubaid dan sekelompok ulama, mebolehkan berhukum terhadap orang ghaib.

- Dan berkata ibnu ‘Abdil Barr di “Al-Kafiy” (juz 2 hal. 931): “Bab. Kumpulan Hukum Terhadap Pengakuan”: Seorang hakim berhukum terhadap orang ghaib pada seluruh hak-hak, mu’amalah, utang piutang dan seluruh hak kecuali pada permasalahan barang tak bergerak maka tidak di putuskan hukum manakala ia ghaib kecuali dia ghaib terlalu lama dan memudharatkan lawan debatnya, maka ketika itu diputuskan atasnya, inilah kesimpulan madzhab Malik.

Dan kalau boleh berhukum terhadap orang yang telah meninggal tentu berhukum terhadap orang ghaib lebih boleh lagi.

- Demikian boleh berhukum terhadap orang ghaib menurut madzhab Ahmad, lihat “Al-Mughni juz. 14 hal. 31-41″ dan penulis “mughni” mehikayatkan perselisihan dalam permasalahan tersebut, kemudian merajihkan bolehnya dan berhujjah dengan hadits ‘Aisyah pada kisah Hindun, dan mengilzamkan Abu Hanifah dengan tanaqudh (ucapannya saling bertolak belakang).-selesai yang di inginkan-

Kukatakan: Apa yang telah lewat insya Allah cukup sebagai penjelasan akan kebatilan usul bikinan Al-’Ar’ur ini, yang syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohullah- terpengaruh dengannya.

Dan di antara penjelas akan kebatilan manhaj ini adalah:

1- Menempuh usul Al-’Ar’ur ini akan merusak kaidah jarh wat ta’dil!!

2- Dan pada usul ini terjadi pencampuran terhadap kaidah-kaidah ulama.

3- Kaidah ini membuka pintu marabahaya, ketahuilah bahaya itu adalah pengadaan pengadilan hukum terhadap para penasihat ahli jarh wat ta’dil di pengadilan pihak orang-orang yang dijarh!! Dan orang yang dijarh punya hak menuntut dalam pengadilan terhadap siapa yang menjelaskan kebatilannya!! Dan inilah yang diserukan oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi hadahullah!!

Syaikhuna Al-’Allamah Yahya bin ‘Ali Al-Hajury hafidzahullah berkata di “Al-Wala wal Bara’ Adh-Dhoyyiq” manakala beliau menyebutkan beberapa bentuk wala’ dan bara’ yang sempit di sisi Al-Wushabi dan hizbul Jadid: (Fatwa mengadakan majlis pengadilan, dulu mereka meningkarinya, kemudian (sekarang) Syaikh Muhammad berfatwa untuk mengadili ahlis sunnah! Dan menyindir dalam kalamnya untuk mengadakan majlis pengadilan Falih Harbi –atau sebagian dari siapa yang ia jadikan pembela Falih Harbi- terhadap Syaikh Rabi’, dan mengisyaratkan di sana ada yang sedang mengadakan majlis pengadilan [kukatakan: Dia adalah Usamah 'Athoya sebagaimana yang sampai kepada kami] dan semisal ini, ini adalah wala’ dan bara’ yang sempit, siapa yang berkata ini bukanlah hizbiyyah! Dan menunggu (baru dia mau katakan Abdurrahman Hizbi) hingga ‘Abdurrahman Al-’Adeni masuk anggota Perkumpulan Yamani milik Ikhwanul (Muflisin) maka dia terjatuh dalam kesalahan!!).-selesai yang di inginkan-

Kukatakan: Al-Wushabi telah menyeru terhadap hal ini, dan ngaku-ngaku bahwa para ulama menyepakatinya terutama Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah!! Dan menyindir dan mengisyaratkan bahwa siapa yang tidak menempuh usul ini maka dia adalah khawarij!! Sebagaimana dalam kasetnya berjudul “Ahammiyyah Al-iltifaf hawlal ‘Ulama’” tanggal 13/12/1428, di antara yang ia katakan: (pada hari-hari ini telah sampai kepadaku kabar tentang dua orang di Saudi Arabiyyah salah seorang dari keduanya menuduh yang satunya lagi bahwasanya dia hizbi, kemudian perkaranya diangkat kepada pengadilan syari’ah dan hasil keputusannya adalah lepasnya yang tertuduh dari tuduhan dan si penuduh ditahan karena tidak punya bayyinah dan di cambuk dengan beberapa kali cambukan inilah hukuman!! Inilah keadilan!! Inilah inshaf!!

Dan diantara yang ia katakan: Juga di sana ada kasus lain sebagaimana aku juga dikabarkan bahwa di Su’udiyyah sampai sekarang dalam pengadilan ada dua orang selain dua orang tadi, demikianlah dilindungi kehormatan demikianlah perlindungan…!!…karena sesungguhnya Ahlus sunnah yang teranggap adalah yang berpegang teguh dengan kitab dan sunnah, ahlus sunnah bukanlah khawarij mereka tidak memberontak terhadap pemerintah, dan pemerintah dianggap bapak bagi semuanya dan ibu…dan telah diminta kepadaku muhadharah pada malam ini, maka kukatakan ini adalah kesempatan.

Dan kalamku ini akan di paparkan di depan ulama jazahumullahu khairan mereka saya hormati dan junjung tinggi para masyayikh, masyayikh ahlus sunnah Syaikh Rabi, Syaikh An-Najmi, Syaikh Al-Jabiri, Syaikh Al-Imam, Ash-Shawmali, Adz-Dzammari, Al-Buro’i, dan seterusnya dari para masyayikh ahlus sunnah yang saya hormati dan hargai, dan aku tidak akan menyendiri dari mereka selamanya, kalamku hanyalah dari kalam mereka!!!…demi Allah wahai saudaraku fillah saya yakin bahwasanya para ulama bersamaku pada kalam ini baik itu ulama tauhid di Yaman atau di Ulama tauhid di Su’udiyyah dan ulama tauhid lainnya di manapun mereka berada.

…aku katakan kalam ini dalam keadaan saya yakin bahwasanya ini adalah ucapan seluruh ulama ahlus sunnah wal jama’ah, kalau saja Syaikh Muqbil rahmatullahi ‘alaihimasih hidup niscaya ia tidak akan mengatakan melainkan persis dengan apa yang kukatakan –kalau saja beliau masih hidup kalau saja Syaikh Muqbil masih hidup- seandainya beliau mendengar kalamku ini niscaya beliau tidak mampu berkata kecuali sebagaimana yang kukatakan.-selesai-

Kukatakan: Inilah kalam Imam Al-Wadi’i rahimahullah meruntuhkan apa yang dinisbatkan oleh Wushabi terhadap beliau secara batil, di mana beliaurahimahullah berkata di “As-Suyufil Batirah” hal. 288-289: (Pada hakikatnya para hakim tidak memiliki kemahiran, sifat rakus telah mematikan hati-hati mereka …maka Allah menimpakan atas kalian musibah dengan para hakim yang tidak peduli terhadap kalian dan terhadap islam…mereka itu para hakim yang tiada kebaikan pada mereka dan tidak pula menaruh perhatian terhadap perkara kaum muslimin)-selesai-

Dan hizbi ‘Abdirrahman Al-’Adeni telah menerapkan fatwa Syaikh Al-Wushabi yang busuk ini, dan membawa sejumlah saudara kami salafiyyin yang tidak setuju dengan hizbiyyah dan perpecahan mereka kepada pengadilan (Negara), yang menyeb;abkan sebagian dari mereka ada yang dijobloskan penjara, dan di antara mereka ada yang di sita mesjidnya..demikianlah:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ [النحل/25]

Supaya mereka memikul dosa-dosa mereka dengan sempurna pada hari kiamat kelak, dan dari dosa-dosa orang yang mereka sesatkan tanpa ilmu. ketahuilah, Amat buruklah apa yang mereka pikul itu.” [An-Nahl: 25].

Tidak jauh kemungkinan usul bikinan ini dari susupan Syaikh Wushabi –hadahullah- ke dalam kitab ini, wallahul musta’an.

Pembahasan Ketiga Dan Keempat

(Pembenaran Manhaj Muwazanah) Dan (Membawa Kalam Yang Umum Kepada Kalam Yang Rinci)

Kedua kaidah ini termasuk dari kaidah-kaidah yang paling buruk yang dipakai oleh ahlul bida’ dan ahwa pada zaman ini, dengan alasan menegakkan keadilan dan inshaf terhadap para pelaku kesalahan dan penyimpangan, baik itu dari kelompok-kelompok, atau dari para ahlil bida’ ataupun siapa yang terjerembab pada kesalahan (fatal) yang merupakan sebab ia menyimpang dan keluar dari lingkup ahlus sunnah dari kalangan orang-orang yang menisbatkan diri kepadanya.

Manakala ahlus sunnah bangkit menjelaskan kebid’ahan dan fitnah mereka, merekapun mendatangkan makar dan tipu daya ini guna melindungi pemikiran-pemikiran dan orang-orang mereka dari penjelasan ahlus sunnah terhadap fitnah dan bid’ah mereka dan dari jarh ahlus sunnah terhadap mereka, merekapun menyeru-nyerukan kata keadilan dan inshaf dan penegakannya dengan mewajibkan muwazanah (menyebutkan kebaikan dan kejelekan seseorang ketika menjelaskan kebid’ahannya) antara kesalahan dan ketergelinciran tadi dengan kebaikan-kebaikan yang telah dia persembahkan kepada dakwah mereka, dan bahwasanya meruntuhkan kebaikan-kebaikan tadi termasuk kezaliman, dan kesalahan-kesalahan tersebut bukanlah dia yang menjadi asas yang dikedepankan dalam berhukum, tapi yang di jadikan asas adalah jasa mereka terhadap dakwah itulah yang seyogyanya dijadikan hukum terhadap mereka.

Efek samping manhaj ini:

1- Membatalan penerapan manhaj jarh wat ta’dil dan menjatuhkannya.

2- Meruntuhkan jerih payah Ahlus Sunnah yang menasihati dan membungkam mulut-mulut mereka (dari menjelaskan kemungkaran mereka -pent).

3- Menganggap para salaf itu jahil (karena tidak mengetahui dan menerapkan manhaj muwazanah dan membawa kalam yang umum kepada kalam yang rinci -pent).

4- Menuduh mereka (para salaf) berlaku zalim.

5- Mengangkat dan memuliakan citra bida’ dan pelakunya.

6- Membuat mereka terus menyeru kepada fitnah mereka.

Dan di antara perbedaan manhaj muwazanah dari manhaj haml[1] mujmal ‘alal mufashshol (membawa kalam yang umum kepada kalam yang rinci):

- Orang-orang yang menerapkan manhaj muwazanah tidak menafikan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh orang yang mereka bela, karena mereka tidak mampu menolaknya karena begitu jelasnya kesalahan tersebut, hanya saja mereka menggunakan trik bid’iyyah ini untuk menenggelamkan dan menimbun kesalahan-kesalahan tadi ke dalam kebaikan-kebaikan yang mereka miliki, dari situlah mereka membatalkan penerapan jarh (terhadap mereka).

- Adapun kelompok kedua (yang menerapkan manhaj haml mujmal ‘alal mufashshol) mereka mendatangi ucapan yang salah atau jelas kesalahan, kemudian memakaikannya pakaian mujmal (dengan mengatakan ini adalah ucapan global atau umum), lalu mengatakan ucapan ini masih ada tafshil (kemungkinan makna atau maksud lain)!! Kalau begitu mestinya ucapan global ini perlu di rinci dan di takwil! Dan tidaklah kita bisa menentukan takwil atau rinciaannya kecuali dengan melihat perjalanan hidup orang ini! Apabila perjalanan hidupnya bagus dan punya banyak kebaikan terhadap dakwah, maka ucapan global atau umum tadi –menurut sangkaan mereka yang pada hakikatnya ucapan itu adalah ucapan yang jelas salah- di bawa kepada tafshil (kemungkinan makna atau maksud yang baik), dan tafshil tadilah yang menjadi landasan dalam menghukumi orang tadi!!!


[1] Kalam global adalah ucapan yang tidak dipahami darinya makna ketika diucapkan tanpa penjelas atau ucapan yang punya dua kemungkinan makna tidak ada kelebihan salah satunya terhadap yang kedua, seperti lafadz-lafadz yang bersekutu maknanya seperti lafadz al-’ain bersekutu antara makna emas dan mata yang melihat dan selain keduanya, al-quru bisa berarti haidh bisa juga berarti masa suci, dan asy-syafaq bisa berarti putih bisa juga berarti merah. Dan para penerap manhaj al-mujmal wal mufashshol tidak berdiri di atas al-mujmal wal mubayyan (yang jelas) di sisi usuliyyin dan segenap ulama.

Mereka hanyalah mendatangi kalam ahlul bida’ dan batil yang jelas dan terang makna-maknanya bagaikan terangnya matahari, baik itu nash-nash ucapan mereka ataupun apa yang nampak dari zahir kalam mereka kemudian mereka katakan ini termasuk dari bab mujmal kemudian mereka bawa kepada makna yang mereka namakan mufashshol padahal itu bukanlah mufashshol bukan pula al-mubayyan yang ma’ruf di sisi usuliyyin (ahli usul). Lihat “Ibthol maza’im Abil Hasan hawla al-mujmal wal mufashshol” karya Syaikh Rabi’ hafidzahullah.

Dan ini bukanlah al-mufashshol bukan pula al-mubayyan yang ma’ruf di sisi ahli usul, bahkan manhaj ini pada hakikatnya adalah membawa makna yang jelas kepada makna yang ditakwilkan, dan ini tidak boleh diterapkan terhadap ucapan orang yang tidak ma’shum secara ijma’ (kesepakatan), sebagaimana ijma’ tadi dinukil oleh Asy-Syaukani rahimahullah dalam kitabnya “Ash-Shawarimul Haddad” hal. 96-97.

Karenanya manhaj haml mujmal ‘alal mufashshol itu lebih busuk daripada manhajmuwazanah, karena pemilik manhaj muwazanah mengakui adanya kesalahan dari orang yang mereka bela dan menyebutkannya, beda dengan pemilik manhaj al-mujmal wal mufashshol mereka tidak mengakui adanya kesalahan dan melarang menyebutkannya.

Syaikh Rabi’ hafidzahullah berkata di “Tanbih Abil Hasan ilal Qoul billati hiya Ahsan”:“Manhaj ini (al-mujmal wal mufashshol) lebih jelek daripada manhaj antara kebaikan dan kesalahan, karena manhaj (muwazanah) ini (masih) menyebutkan kesalahan adapun manhaj itu (al-mujmal wal mufashshol) melarang sama sekali menyebutkan kesalahan, dan mengandung celaan terhadap salaf pada kritikan-ritikan, jarh dan ta’dil mereka yang perpustakaan-perpustakaan dipenuhi dengan kitab-kitab yang berisi kritikan, dan jarh wat ta’dil mereka.-selesai-

Di antara kesamaan antara kedua manhaj:

- Kedua-duanya membenarkan adanya cacat pada ucapan atau amalan, yang pertama mengakuinya, yang kedua menyerukan kemungkinan pada ucapan dan amalan dengan tidak mengakui kesalahan tadi.

- Kedua-duanya menganggap perjalanan hidup seseorang itulah yang dijadikan landasan yang seyogyanya berhukum dengannya.

- Tujuan keduanya satu yaitu membela kelompok dan individu yang di jarh, dan membatalkan penerapan jarh terhadapnya, menyia-nyiakan jerih payah para penasihat, serta meruntuhkan kaidah-kaidah jarh sampai ke akar-akarnya.

Syaikh Muhammad Al-Imam sendiri telah menjelaskan kerusakan manhaj berbahaya ini di kitabnya “Bidayah Al-Inhiraf wa Nihayatuh” hal. 326, kami mendatangkan ucapannya tersebut di sini sebagai bantahan atas dirinya sendiri!! Sekaligus mengingatkannya kembali apa yang ia dulu di atasnya!! Di mana ia berkata: (Mengamalkan kaidah ini akan membuka pintu terhadap orang-orang yang menyimpang dalam bidang aqidah dan selainnya, bahwasanya kesalahan-kesalahan mereka tenggelam dengan kebaikan-kebaikan mereka, maka siapa yang berpegang dengan kaidah tersebut mesti dia akan terjerembab dengan keharusan ini, berdasarkan ini maka tidak akan tersisa satu orang sesat menyesatkan-pun di dunia melainkan akan bergantung dengan (ucapan) kebaikan-kebaikan akan menenggelamkan kejelekan-kejelekannya)!!!

Kukatakan: Kalam dari Syaikh Muhammad sendiri cukup untuk menjatuhkan kaidah buatannya ini!

Pembelaannya (Syaikh Al-Imam) terhadap pelaku hizbiyyah dari para hizbiyyin baru menyebabkannya melupakan beberapa usul-usul salafiyyahnya, demi mengadakan perlawanan terhadap al-haq yang telah di buktikan dan di tegakkan oleh Syaikh Yahya tentang fitnah mereka!!

Kalau ini sudah jelas:

Maka ketahuilah bahwa Syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohullah- sungguh telah berupaya dengan gencar dalam kitabnya “Al-Ibanah” untuk membenarkan kedua manhaj bid’ah ini, khususnya manhaj muwazanah, bukan hanya satu atau dua tempat dalam kitabnya, dan menerapkannya dengan penerapan yang jelas dengan gaya Abil Hasan Al-Mishri, ‘Adnan ‘Ar’ur, Suwaidan, dan selain mereka para pengibar panji manhaj rusak ini.

Dan kami akan mendatangkan apa yang kami deteksi dari manhaj tersebut pada beberapa tempat, kukatakan dengan hanya memohon bantuan kepada Allah saja:

Yang pertama::

Berkata Syaikh Al-Imam –waffaqohullah- di “Al-Ibanah” hal. 126 di bawah tema:

(Yang Menjadi Tolak Ukur Adalah Jalan Yang Ditempuh Oleh Ahli Istiqomah Bukanlah Kesalahan-Kesalahan Dan Ketergelinciran Mereka)

Kemudian berkata: (Ketahuilah –wahai penuntut ilmu- bahwasanya kesalahan dan ketergelinciran tidaklah selamat darinya kecuali al-ma’shumshallallahu ‘alaihi wa sallam, selama perkaranya demikian, maka tidaklah mungkin seseorang selamat darinya selamanya, namun hendaknya ia ketahui bahwa apa yang timbul dari mereka dari kesalahan dan ketergelinciran tidak sah ia bertopang atasnya dan pada asalnya tidak teranggap untuk memutuskan vonis umum terhadap pelakunya, bahkan yang menjadi topangan adalah perjalanan hidup mereka yang mereka dikenal dengannya, dan keadaannya yang ia terus-menerus ada di atasnya, tentunya dengan tetap menghukumi kesalahan terhadap pemilik kesalahan dan tergelinciran, dan dalil-dalil mengenai hal ini banyak).

Kemudian Syaikh Al-Imam –waffaqohullah- juga berdalih guna membenarkan kaidah ini, dengan contoh-contoh yang dia ambil dari Abil Hasan Al-Mishri dan selainnya untuk membenarkan manhaj haml mujmal ‘ala al-mufashshol danmuwazanah:

1- (Bahwasanya Allah memaafkan para sahabat, di sebabkan apa yang timbul dari sekelompok dari mereka pada perang uhud)

2- Kemudian memdatangkan misal Abu Isma’il Al-Harawi, dan apa yang di nisbahkan kepadanya dari pendapat wihdatil wujud dan selainnya, kemudian menukilkan kalam ibnul Qoyyim dan mengesankan bahwa ibnul Qoyyim mencocoki kaidahnya.

3- memisalkan dengan ibnu Hibban Al-Basti, dan apa yang dinisbahkan kepadanya dari pendapat bahwa nubuwwah itu dapat diperoleh dengan upaya…kemudian menukilkan juga dari Adz-Dzahabi yang ia sangka mencocoki kaidahnya.[1]

Kemudian berkata menyimpulkan semua yang telah lewat:

(kesimpulan pada permasalahan ini: Menegakkan keadilan terhadap pemilik kesalahan dan ketergelinciran, dan tidaklah ditegakkan bagi mereka (keadilan) kecuali dengan menganggap yang mendominasi mereka, apabila yang dominan pada ucapan, amalan, dan aqidah seseorang menepati kebenaran dan berjalan di atasnya, maka tidak boleh sama sekali engkau menjadikan kesalahan dan ketergelincirannya sebagai asal dan pondasi untuk menvonisnya sebagai munharif(orang yang menyimpang), bahkan semestinya kita berprasangka baik terhadapnya, dan tidak di ikuti kesalahannya, dan barangsiapa yang menyimpang dari menegakkan keadilan ini, malah mencari ketergelinciran dan kesalahan-kesalahan hamba-hamba Allah, dengan niat (supaya kelihatan) banyak dan menjadikan hal itu sebagai batu loncatan untuk menghukumi para pelakunya dengan hukuman inhiraf (menyimpang) dari al-haq, semoga Allah mencukupi kita dari kejelekan tipe orang semacam ini)-selesai-


[1] Kemudian mendatangkan misal hadits ((ما خلت القصواء)) [artinya: Al-qoshwa tidak mau jalan] dan menukil kalam ibnu Hajar untuk menguatkan kaidahnya –menurut sangkaannya-, namun pada kalam hafidz bin Hajar jelas membatalkan kaidahnya, karenanya kami tidak perlu susah-susah membantahnya!

Kukatakan: Syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohullah- sungguh telah membenarkan manhaj muwazanah dan haml al-mujmal ‘ala al-mufashshol pada ucapannya ini, dan mendatangkan alasan-alasan dan dalih-dalih orang yang telah mendahuluinya dari pemegang manhaj rusak ini seperti Abul Hasan Al-Mishri dan selainnya, sebagaimana akan datang penjelasannya dengan gamblang.

Dan tiada sama sekali dari apa yang ia jadikan dalih menunjukkan benarnya usul batil ini, bahkan sesungguhnya pada kalam ulama yang ia nukilkan ada bantahan atasnya.

Kami akan jelaskan kepalsuannya dengan idzin Allah Jalla wa ‘Ala.

Maka kukatakan dengan memohon bantuan kepada Allah:

Ketahuilah –waffaqokallah- bahwasanya apa yang diserukan kepadanya oleh Syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohullah- berupa penegakan keadilan dan inshaf terhadap para pelaku kesalahan dan kekeliruan, dan tidaklah dapat ditegakkan keadilan bersama mereka kecuali dengan menjadikan landasan apa yang sering dari keadaan dan perjalanan hidup mereka,…itu persis dengan apa yang diterapkan dan diserukan kepadanya oleh para pemilik manhaj muwazanah dari satu sisi, dan pemilik manhajhaml ‘ala al-mufashshol[1], dan yang menunjukkan penerapan Syaikh Muhammad terhadap manhaj ini adalah apa yang akan datang dari pendalihan-pendalihannya yang telah lewat isyarat kepadanya yang mana pedalihan-pendalihannya itu adalah pedalihan-pendalihan pembawa manhaj ini seperti Abil Hasan Al-Mishri dan selainnya.

Penyeru kepada manhaj muwazanah Ahmad bin ‘Abdirrahman Ash-Shuwayyan dalam kitabnya “Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi Taqwim Ar-Rijal wa Muallafatihim” hal. 27: (kelima: Al-Muwazanah (menimbang) antara kelebihan dan kekurangan: Apabila telah pasti bahwa seorang manusia –bagaimanapun tinggi kedudukannya- tetap saja bisa terjatuh kepada kebenaran dan kesalahan, maka tidak boleh bagi kita mencampakkan seluruh ijtihad-ijtihadnya, tapi kita lihat kepada ucapan-ucapannya yang mencocoki al-haq lalu kita ikuti, dan kita berpaling dari kesalahan-kesalahannya, jadi manhaj Al-Muwazanah (menimbang) antara kelebihan dan kekurangan dialah keadilan dan inshaf yang sebenar-benarnya, berikut ini penjelasan permasalahan ini dengan dalil-dalil dan contoh-contohnya.)-selesai-

Dan ini sama juga dengan apa yang di tetapkan oleh Syaikh Muhammad Al-Imam pada apa yang telah lewat.!!!

Seruan pembawa manhaj muwazanah untuk menegakkan keadilan dengan para pelaku kesalahan dan kekeliruan, merupakan tipuan yang mereka tempuh untuk menghiasi bid’ah di hadapan manusia, dan berlagak di hadapan mereka bahwa merekalah yang menegakkan keadilan dan inshaf, adapun ahlus sunnah yang menasihati dan mengkritik ahlul bida’, dan memvonis bid’ah terhadap siapa yang berhak dengan vonis tadi dari orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada sunnah, dan memberikan haknya kepada semua yang berhak…mereka adalah pelaku kezaliman dan kelaliman!!


[1] Dari sisi bahwa tujuan manhaj haml ‘ala al-mufashshol adalah berupaya menjadikan kesalahan yang jelas supaya tidak menjatuhkan kredibilitas pelakunya dengan cara memakaikan kesalahan tersebut dengan pakaian ijmal (ucapan atau amalan global) guna meminilasir kesalahan yang timbul dengan gambaran bahwa kesalahan tersebut masih bisa di bawa kepada kemungkinan ini dan itu disertai pengakuan mereka bahwa ucapannya (yang salah) ini memiliki kemungkinan makna yang benar, kemudian setelah itu mereka menuntut rincian guna membatalkan apa yang masih tersisa dari kemungkinan!!

Maka mesti kita jelaskan makna “adil” dan makna “zalim” di sisi ulama bahasa dan ulama syari’at, sehingga kesamaran dan kabut sirna, dan pencari kebenaran berada di atas basirah (cahaya ilmu) dalam perkaranya, dan keterangan yang nyata dalam agamanya.

Ibnu Faris berkata dalam kitabnya “Al-Mujmal Al-Lugoh”, dalam makna “‘Adala” “Al-’Adl: lawan kata dari Al-Jawr (penganiayaan)”

Al-Azhari berkata dalam materi: “‘Adala”: (keadilan adalah: hukum dengan kebenaran, dikatakan: dia berhukum dengan al-haq dan berlaku adil, dan dia hakim yang adil, dan berlaku adil dalam memutuskan hukumnya).

Jadi keadilan sebagaimana yang engkau lihat adalah kebalikan penganiayaan/kelaliman, dan dia adalah berhukum dengan al-haq.

Maka apabila seorang ulama yang ahli kritik (kritikus) menjarh(menjatuhkan kredibilitas) orang yang berhak di vonis mubtadi’, dan mentahdzir (melarikan manusia) dari kebid’ahannya, maka dia itu adalah penegak keadilan, penasihat kepada islam dan muslimin, dan dia bukanlah orang yang zalim, bahkan dia itu menunaikan kewajiban.

Dan kalau dia diam dari orang yang berhak di jarh dan ditahdzir darinya maka dia menjadi pelaku khianat, dan menipu terhadap agama Allah dan terhadap kaum muslimin.

Kalau seseorang malah melakukan yang lebih jauh dari diam seperti membela dan melindungi bida’ dan pelakunya, di antara bentuk pembelaanya dengan menyeru banyaknya sisi kebaikan dan perjalanan hidup mereka yang bagus dari pada kebid’ahan mereka, sungguh ia telah membinasakan dirinya sendiri, dan menyeret orang yang mendegarnya kepada jurang yang sangat dalam, dan sangat dalam membela kebatilan serta menolak kebenaran.

Dan ini adalah ciri khas dan akhlak orang-orang yahudi yang menghalang-halangi dari jalan Allah padahal mereka tahu.

Abul Husain Ahmad bin Faris berkata dalam kitabnya “Mu’jam Maqoyiis Al-Lugoh´3/468: Dzalama: Dza’, lam, dan mim, punya dua asal yang shahih: 1- salah satunya: lawan kata sinar dan cahaya. 2- kedua: penempatan sesuatu bukan pada tempatnya dengan melampaui batas.

Yang pertama: Adz-Dzalamah (kegelapan), jamaknya: Dzulumaat dan Adz-Dzullaam: nama kegelapan…

Asal berikutnya: dzalamahu yadzlimuhu dzulman, asalnya: menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, tidakkah engkau dapati mereka mengatakan (barang siapa yang mirip bapaknya maka dia tidaklah dzalim) yakni: dia tidaklah menempatkan kemiripan bukan pada tempatnya.

Dan semacam ini Al-Jauhari katakan di kitab “shihah” nya dan Al-Azhari di materi (Dzalama): bahwasanya adz-dzulm (kezaliman) adalah: menempatkan sesuatu pada yang bukan tempatnya.

Maka barangsiapa yang mengkritik seorang mubtadi’ atau kitab yang mengandung bida’ atau menjarh siapa yang berhak untuk di jarh, dan mencela siapa yang berhak di cela dari perawi atau saksi palsu, pelaku kezaliman, pelaku kefasikan dengan terang-terangan, maka dia itu bukanlah orang zalim, karena dia telah menempatkan segala sesuatunya pada tempatnya dan sebagaimana mestinya.

Dan yang dzalim lagi melampaui batas adalah siapa yang malah bangkit mencelanya (golongan pertama yang mengkritik mubtadi’…) dan menjelekkannya serta bersekongkol memusuhinya, justru dia itulah yang pada hakikatnya menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya, di mana dia merekomendasi orang-orang yang dijarh, para penyeru kepada pintu-pintu jahannam, dan mencela para penasihat kepada kaum muslimin, para penyeru untuk menempuh jalan yang lurus, dan mengikuti salaf ash-shalih, di antaranya: mengkritik dan mentahdzir (memperingatkan ummat) dari para mubtadi’.

Bahkan siapa yang membela mereka (ahlul bida’, hizbiyyin dsb), berdebat dengan batil demi membela mereka, maka dia termasuk orang yang paling berhak dengan perkataan Allah ta’ala:

وَلَا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا (107) يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا (108) هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ جَادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَمَنْ يُجَادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكِيلًا [النساء/107-109]

“Dan janganlah kalian berdebat demi membela orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang suka berkhianat lagi bergelimang dosa, mereka bersembunyi dari manusia, namun tidak bersembunyi dari Allah, Padahal Allah beserta mereka, manakala mereka merencanakan makar secara rahasia pada suatu malam yang Allah tidak ridhai, dan adalah Allah muhith (maha meliputi ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. Demikianlah kalian, mereka itu yang kalian berdebat demi membela mereka dalam kehidupan dunia. maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk membela mereka pada hari kiamat? atau siapakah yang menjadi pelindung bagi mereka?” [An-Nisa’ 107-109].[1]

Dan Allah ta’ala berkata dalam kitabnya yang mulia:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ } [المائدة: 8]

“Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian orang-orang yang senantiasa menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorongmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada ketakwaan. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Khabir (maha mengetahui) apa yang kalian amalkan. [Al-Maidah: 8].

Dan berkata Jalla wa ‘Ala:

{وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى } [الأنعام: 152]

“Apabila kalian berucap maka tetapilah keadilan meskipun terhadap kerabat dekat.” [Al-An’am: 152].

Al-‘Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi rahimahullah ta’ala pernah ditanya tentang permasalahan ayat-ayat ini daln selainnya dari dalil-dalil yang semakna, dan bagaimana cara pengarahannya dengan ucapan bahwa tidak mesti menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dibantah.

Maka beliau rahimahullah menjawab menjelaskan makna yang benar pada ayat-ayat tadi dan semacamnya: (Bukanlah termasuk dari keadilan menyebutkan kebaikan-kebaikan manakala membantah, bahkan sesungguhnya barangsiapa yang membantah seseorang kemudian membarenginya dengan menyebutkan kebaikan-kebaikannya. Maka ia teranggap telah menganjurkan orang-orang kepada orang tadi (bukan malah mentahdzir darinya –pent) dan memberinya rekomendasi, seolah-olah dia sendiri mengaku bahwasanya bantahannya terhadap orang tadi merupakan kesalahan, bahkan pada perbuatannya itu merupakan dorongan terhadap manusia supaya termakan


[1] ((Al-Mahajjatu Al-Baydho’)) karya Syaikh Rabi’ hal. 28-30 dengan perubahan.

tipuannya dan mengikutinya dalam kebatilan yang ia telah terjerumus kedalamnya atau yang akan terjerumus padanya, dan ini adalah kerusakan dan bukan perbaikan, dan tidak seorangpun yang mengatakan seperti ini kecuali para hizbiyyin yang mereka itu berupaya mendatangkan perkara-perkara yang Allah tidak turunkan bagunya bukti, dari apa yang syaitan terkutuk diktekan.

Kemudian keadilan itu terdapat pada keputusan hukum, bukan pada penyebutan –bantahan- Allah memerintahkannya yakni keadilan supaya mengatakan al-haq tidak curang dan tidak pula tipu daya, Allah subhanahu wa ta’ala berkata:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا } [النساء: 135]

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah meskipun terhadap diri-diri kalian sendiri atau ibu bapa dan para kerabat kalian. Jika yang kalian bersaksi atasnya itu kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih baik bagi mereka. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu dengan menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balik (fakta) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah itu ‘Alim (Maha mengetahui) setiap yang kalian kerjakan.” [An-Nisa’: 135].

Maka barangsiapa yang mengira bahwasanya termasuk keadilan dengan menyebutkan kebaikan-kebaikan pelaku kesalahan, yang tidak berkaitan dengan permasalahan yang ia dibantah padanya, maka ia telah mendatangkan ucapan batil dan sangkaan yang tertolak, saya telah jelaskan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah menyebutkan kebaikan orang-orang yang beliau bantah, jadi perintah untuk berlaku adil merupakan larangan bagi siapa yang menghukumi orang tersebut dengan sesuatu yang ia tidak lakukan atau ucapkan, keadilan yang hakiki adalah dengan ia mengatakan tentang orang tadi dengan apa yang dia amalkan, dan tidak membawa kalamnya kepada makna yang tidak tertuju ke situ, dan hanya Allah-lah yang memberi taufiq. (Al-Fatawa Al-Jaliyyah) 2/168-169.

Dan termasuk berlaku adil terhadap ahlul bida’dan siapa yang berhak di sifati dengan bid’ah dari orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada sunnah, agar di beri ganjaran atas kebid’ahan dan kehizbiyyahan mereka, dan dari ganjaran mereka adalah dengan tidak menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka dan tidak menganggap kebanyakan atau keseringan keadaan mereka di samping kebid’ahan mereka!! Sebagaimana timbangan Syaikh Muhammad Al-Imam –‘Afallahu ‘anhu- yang ia serukan!!

Dan demikianlah Imam Rafi’ bin Asyras berkata: ((dahulunya dikatakan: di antara ganjaran tukang dusta, tidak diterima kejujurannya, aku katakana:di antara ganjaran orang fasik dan mubtadi’, tidak disebutkan kebaikan-kebaikannya.)) Syarh ‘ilal At-Tirmidzi karya ibnu Rajab 1/353.

Kukatakan: dan termasuk menyebutkan kebaikan-kebaikannya adalah dengan mengingatkan manusia tentang banyaknya fadhilah-fadhilahnya serta sejarah hidupnya yang bagus, kemudian menjadikan tadi semua sebagai tolak ukur dalam memutuskan hukum keadaannya (dia itu ahlul bida’ atau ahlus sunnah –pent), mencampakkan kekeliruan dan kesalahan yang telah ia lakukan!!

Wajib atas Syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohullah- dan selainnya yang menetapkan manhaj ini supaya mengerti dan memahami akibat ucapan ini atau timbangan miring, dan memahami sampai sejauh mana (efek negatifnya) dan bahaya-bahayanya, dan segera kembali kepada kebenaran al-haq dan keadilan hakiki yang terkandung dalam agama islam dan diserukan kepadannya al-kitab, sunnah dan manhaj salaf as-shalih, dan memahami bahwasanya kezaliman itu kalau kamu katakan terhadap seseorang atau suatu kitab ataupun kelompok apa yang tidak ada pada mereka, tapi apabil seseorang atau suatu kelompok berhak di vonis bid’ah di sertai dengan penjelasan dan penyebutan darimu apa yang ada pada mereka dari kebid’ahan, fitan, dan kesesatan yang konsekwensinya vonis tadi, kemudian kamu tulis dan sebar dalam rangka nasihat terhadap islam dan kaum muslimin, maka yang demikian itulah keadilan dan inshaf pennunaian kewajiban dari kewajiban-kewajiban jihad dan pembelaan terhadap batasan-batasan islam.

Adapun manhaj berbahaya ini malah berupaya menjauhkan jarh wat ta’dil, dan mendiamkan mulut-mulut ahlus sunnah, serta membela ahlu al-bida’, dan siapa yang berhak dengan penamaan ini dari mereka yang menisbatkan dirinya kepada sunnah…

(Dalil-dalil kitab dan sunnah serta manhaj salaf membatalkan timbangan milik Syaikh Muhammad Al-Imam ini)

Inilah kitab Rabb kita dan sunnah Nabi kita shallallahu ‘alahi wa sallammembatalkan timbangan ini yang diserukan kepadanya oleh Syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohhullah-! dan selainnya dari para pembawa panji manhaj muwazanah!!

Allah ‘azza wa jalla berkata dalam kitabnya yang mulia:

{ وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ (175) وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ } [الأعراف: 175، 176]

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (ilmu), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan (menggodanya), Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami mau sungguh Kami akan tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, jadilah perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”[Al-A’raf: 175-176].

‘Al-Allamah As-Sa’di rahimahullah ta’ala berkata dalam tafsirnya 1/308: (Allah ta’alaberkata kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam: (Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami)yakni kami ajarkan kepadanya kitabullah, kemudian jadilah ia seorang alim yang besar, alim yang mahir (kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh syaitan) yakni melepaskan diri dari sifat orang yang berilmu ayat Allah yang hakiki, sebab orang yang mengilmui ayat-ayat Allah akan membuatnya bersifat dengan akhlak yang mulia dan amalan-amalan yang terpuji, serta mengangkatnya kepada derajat tertinggi dan kedudukan terhormat, namun orang itu malah meninggalkan kitabullah di belakang punggungnya, dan mencampakkan akhlak-akhlak yang di perintahkan oleh kitabullah, dan melepasnya sebagaimana ia melepas pakaian, manakala dia sudah berlepas diri darinya maka syaithanpun memburunya, yakni: Syaithanpun mengendalikannya ketika ia sudah keluar dari benteng pelindung, kemudian menjerembabkannya kepada kehinaan (dan neraka) yang paling bawah, lalu membujukknya melakukan maksiat-maksiat, (Maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat) setelah sebelumnya dia termsuk dari orang-orang yang mendapat hidayah dan menunjuki orang kepada hidayah tadi.

Ini karena Allah ta’ala menelantarkannya dan mewakilkannya kepada dirinya sendiri, karenanya Allah ta’ala berkata: (Dan kalau Kami mau sungguh Kami akan tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu) dengan memberinya taufiq agar beramal dengannya sehingga derajatnya meninggi di dunia dan akhirat, dan berlindung dari musuh-musuhnya, (tapi) dia melakukan amalan yang mengakibatkan ia ditelantarkan, kemudian (dia cenderung kepada dunia…) -selesai yang di inginkan-

Kukatakan: Bersamaan dengan amalannya memikul Al-kitab dan amalan-amalan terpuji serta kedudukan yang tinggi, manakala ia melakukan apa yang ia menjadi sesat karenanya, derajatnyapun jatuh dan diperumpamakan dengan sejelek-jeleknya permisalan!

HAL 81-82 DITERJEMAHKAN OLEH SYUKRAN

Seandainya mengedepankan (sisi) kebaikan-kebaikan dan tingkah laku yang baik serta keutamaan-keutamaan ini sebagai landasan dalam menghukumi, tanpa menganggap kesalahan, dan yang demikian itu termasuk bagian dari agama Allah, maka niscaya Allah tidak akan menghukumi dengan hukuman tersebut!

Allah ‘azza wa Jalla berfirman dalam kitabnya yang mulia:

{ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ } [النور: 63]

“Maka hendaknya orang-orang yang menyalahi perintah Rosul takut akan di timpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” [An-Nur: 63].

Imam Ahmad rahimahullah berkata: Aku mencermati Al-Qur’an, maka kudapati dalamnya tiga puluh tempat perintah agar mentaati Rasul kemudian beliau membaca:

{ فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ } [النور: 63]

“Maka hendaknya orang-orang yang menyalahi perintah Rosul takut akan di timpa fitnah.” [An-Nur: 63].

Beliau mengulang-ngulang ayat tadi kemudian berkata: tidaklah fitnah di sini melainkan kesyirikan bisa jadi kalau dia menolak sebagian ucapannyashallallahu ‘alahi wa sallam akan meresap dalam hatinya penyimpangan kemudian hatinyapun menyimpang lalu membinasakannya kemudian beliau membaca ayat ini. (Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid 2/1084-1085)

Aku katakana: Swandainya imam Ahmad menerapkan metode muwazanah mengunggulkan sis amalan yang baikdan keutamaan-keutamaannya, serta menjadikannya sebagai landasan dalam menghukumi, tanpa menganggap kesalahan dan kekeliruan niscaya beliau tidak akan berkata demikian!

Inilah khalifah (pengganti) Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu takut atas dirinya penyimpangan apabila menyepelekan sebagian sunnah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, beliau berkata: Saya tidak akan meninggalkan sesuatu yang pernah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallamamalkan melainkan aku mengamalkannya, karena sesungguhnya aku khawatir kalau saya meninggalkan sesuatu dari perintahnya saya akan menyimpang) HR. Bukhari dan Muslim.

Seandainya timbangan muwazanah yang di tetapkan oleh Syaikh Muhammad itu teranggap di sisi Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu niscaya ia tidak akan berkata demikian!

Imam Bukhari meriwayatkan di Shahihnya dari ibnu Abi Mulaikah: beliau berkata: Hampir-hampir dua orang terbaik binasa Abu Bakar dan ‘Umar, manakala dating kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam utusan bani Tamim, salah seorang dari keduanya menasihatkan supaya yang di angkat sebagai pemimpin kaummnya adalah Aqro’ bin Habis At-Tamimi Al-Handzoli saudara bani Mujasyi, yang satunya menasihatkan yang lain, maka Abu Bakar berkata kepada Umar kamu hanyalah ingin menyelisihimu, Umarpun menjawab: Aku tidaklah bermaksud menyelisihimu, kemudian keduanya mengangkat suara di sisi Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, maka turunlah ayat:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ } [الحجرات: 2] إلى قوله {عَظِيمٌ} [الحجرات: 3]

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengangkat suara kalian melebihi suara Nabi” sampai ke firmannya (artinya): “pahala yang besar” [Al-Hujurat: 1-3].

Berkata Ibnu Mulaikah: Ibnu Zubair katakan: Akhirnya ‘Umar setelah peristiwa tadi –dan tidak menyebutkan hal itu dari bapaknya yaitu Abu Bakar- apabila berbicara dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam suatu pembicaraan ia berbicara seolah-olah membisikkan suatu rahasia, tidak memperdengarkannya sampai Rasulullah bertanya kepadanya)-selesai-.

Inilah dua orang khalifah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sekaligus sahabatnya yang paling utama, suara keduanya mengeras di sisi Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, ibnu Abi Mulaikah berkata dan beliau termasuk ulama para tabi’in: hampir-hampir dua orang terbaik binasa, dan tidak mengunggulkan atau mengedepankan amalan-amalan baik dan fadhilah mereka yang mulia.

Telah lewat penukilan kalam Imam Syaukani rahimahullah ta’ala dari segenp kaum muslimin tentang batilnya timbangan miring ini! Di mana beliau berkata dalam kitabnya ‘Adab At-Tholab’ hal. 124: (Sesungguhnya Ahlul bida’ tidaklah mengingkari seluruh sunnah dan tidak pula memusuhi kitab-kitab yang memuat dan mengumpulkannya, akan tetapi tetap saja mereka berhak mendapatkan penamaan bid’ah di sisi segenap kaum muslimin di sebabkan mereka menyelisihi beberapa masalah syari’ah).

Al-Imam Al-Baghawi rahimahullah berkata dalam kitab ‘Syarh As-Sunnah’ 1/227: (Wajib bagi seorang muslim apabila melihat seseorang mendatangi hawa nafsu dan bid’ah dalam keadaan meyakininya, atau bergampang-gampang terhadap sesuatu dari sunnah: wajib ia memboikotnya dan berlepas diri darinya serta meninggalkannya dalam masa hidup dan matinya, tidak mengucapkan salam kepadanya kalau bertemu dan tidak memjawab salamnya, sampai ia meninggalkan bid’ahnya dan kembali kepada kebenaran).-selesai-

Seandainya mengedepankan sis sejarah hidup yang bagus dan keutamaan-keutaman itu yang menjadi landasan dalam menghukumi, dengan tidak menganggap kesalahan dan kekeliruan, niscaya keduanya (Imam Syaukani dan Imam Al-aghawi) tidak akan berkata demikian rahimahumallah. Karena pada asal orang yang keluar dari sunnah dan di vonis sebagai mubtadi’ tidaklah lepas atau jauh dari segi kutamaan dan sejarah hidup yang bagus, bahkan inilah asal pada para pembawa sunnah, namun manakala mereka terjatuh pada apa yang dengannya mereka keluar dari sunnah, merekapun di sifati dengan bid’ah! Dan tidaklah berguna bagi mereka timbangan Syaikh Muhammad Al-Imam –waffaqohullah-!

Dan ini adalah manhaj para pendahulu kita yang shalih, ucapan-ucapan mereka tertera, kitab-kitab mereka di hadapan kita memuat banyak ucapan-ucapan para imam islam dalam menghukumi sesat orang yang berhak di sifati bid’ah dari ahlus sunnah yang memiliki kebaikan-kebaikan dan sejarah bagus serta keutamaan yang banyak, dan tidak seorangpun di antara mereka yang berpendapat wajibnya timbangan batil ini, dan barangsiapa yang terjerumus pada perkara yang menjadi sebab dia menyimpang dari orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada sunnah dan layak dihukumi dengan bid’ah, bahwa mereka mencampakkan kesalahan-kesalahan itu dan menjadikan mayorita keadaan dan sejarah hidupnya yang baik sebagai landasan dalam menghukuminya…

Dengan timbangan miring ini mereka menggugurkan kitab-kitab jarh wat ta’dil serta jerih payah para imam ad-dien.

Imam Adz-Dzahabi berkata dalam kitabnya ‘As-Siyar’ 12/478: (Ahmad bin Kamil Al-Qodhi berkata: Ya’qub bin Syaibah termasuk murid senior Ahmad bin Ma’dzil, dan Al-Haris bin Miskin, dia pandai dan mulia, namun dia tawaqquf dala masalah al-qur’an.

Kukatakan: dia mengambil pendapat tawaqquf dari Syaikhnya Ahmad tersebut, dan telah tawaqquf pula ‘Ali bin Al-Ja’ad, Mush’ab bin Zubair, Ishaq bin Abi Israil, dan beberapa orang selainnya, mereka di selisihi sekitar seribu imam bahkan seluruh ulama terdahulu dan yang datang setelah mereka berpendapat bahwa al-qur’an bukan makhluk dan mengkafirkan Jahmiyyah.

Kami memohon kepada Allah keselamatan dalam agama.

Abu Bakar Al-Marwazi berkata: Ya’qub bin Syaibah menampakkan sikap tawaqquf pada permasalahan Al-qur’an di Baghdad, maka Abu ‘Abdillah mentahdzir (memperingatkan ummat) darinya, Al-Mutawakkil memerintahkan ‘Abdurrahman bin Yahya bin Khaqon supaya menanyakan Ahmad bin Hanbal tentang orang-orang yang diberikan jabatan kehakiman.

‘Abdurrahman berkata: Maka aku bertanya kepadanya tentang Ya’qub bin Syaibah, maka beliau menjawab: dia adalah ahlul bid’ah, pengekor hawa nafsu.

Al-Khatib berkata: Ahmad menyifatinya demikian karena dia (Ya’qub) tawaqquf.