Rabu, 01 September 2010

TEMBAKAN JITU TERHADAP SYUBHAT YANG BERLIKU-LIKU

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليما, أما بعد
Tulisan dari Abul Abbas Khidhir putra Maluku

Teruntuk siapa saja yang ingin tahu

Termasuk diantara syubhat yang berliku-liku itu:

* Tingkah laku dan sikap yang dijalani oleh orang-orang Indonesia yang ada di Darul Hadits Dammaj itu mutasyaddid (sangat keras). Siapa saja yang tidak bersama mereka langsung di-hajr dan di-tahdzir! dan dibilang maridh!.


Tanggapan:

Tentang syubhat ini atau yang semirip dengannya pernah kami dengarkan langsung dari Mua’dz Lombok [tepatnya di Maktabah Darul Hadits Dammaj-pada waktu Dhuha] yang dia menampakkan ketidak sukaannya terhadap orang-orang Indonesia yang seperti disifati pada syubhat tersebut.

Tentu sudah diketahui syubhat ini bukanlah suatu pembicaraan baru namun sudah ditebarkan oleh hizbiyyun dan para jaringannya dengan berbagai macam ragam yang titik temunya adalah adanya ketidak sukaan mereka terhadap siapa saja yang berani menyuarakan al-haq dan ber-amar ma’ruf nahi munkar. Syubhat yang berliku-liku semisal ini atau yang semakna dengannya sering ditebarkan oleh Abul ‘Abayah Mushthafa Al-Buthaniy dan orang-orang yang bersamanya ketika di Dammaj, maka sebagai sambutan hangat kami berikan tembakan jitu:

Tebarkan syubhat kalian ke seluruh penjuru

Tapi ingat senjata kami masih banyak peluru

Teruskan perjuangan kalian seperti orang sesat terdahulu

Tampil beda seperti orang cerdas tapi ternyata paling dungu

Tabiat jelek kalian itu bukti kalau kalian orang lucu-lucu

Tidaklah kami bersikap melainkan kami memiliki pijakan yang pasti dan jelas baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah atau mengikuti metode salafush shalih, sebagai penambah wawasan maka sedikit kami arahkan untuk merujuk ke kitab Al-Imam An-Nawawiy Rahimahullah “Riyadhus Shalihiin” pada “Kitabut Taubat” yang berkaitan dengan kisah taubatnya shahabat yang mulia Ka’ab bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu.

Tentu bagi siapa saja yang membaca kisah tersebut akan tahu bahwa Ka’ab bin Malik disikapi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya dengan sikap yang tegas, keras dan di-hajr hanya lantaran tidak mengikuti perang Tabuk, padahal beliau Radhiyallahu ‘Anhu adalah shahabat yang mulia sudah disikapi seperti itu lalau bagaimana kiranya dengan orang-orang yang bersekongkol dan membela ahlul bathil maka tentunya lebih layak bagi mereka untuk disikapi lebih dari pada Ka’ab bin Malik. Ka’ab bin Malik tidak dijawab salamnya, tidak disalami dan tidak diajak bicara bahkan kerabat dan istrinya ikut menyikapinya.

Tentu bukan suatu sikap yang keras atau dianggap aneh kalau ada yang menyikapi para pembela hizbiyyin dengan sikap tersebut, bukan suatu kesalahan kalau kami bersikap tegas terhadap Ridho Al-Jawiy yang dia terang-terangan di depan kami membela seorang hizbiy yang hina semisal Asykari atau pembelaannya terhadap Abul ‘Abayah Al-Buthoniy. Dan merupakan suatu kesalahan besar atau teranggap sebagai dosa besar kalau kemudian ada orang membela para hizbiyyin semisal Luqman Ba’abduh, Muhammad Afifudin, Muhammad As-Sarbini, Kholiful Hadi dan Asykari atau yang semisal mereka, bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:


لَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا

“Semoga laknat Allah atas siapa saja yang menaungi pelaku bid’ah (maksiat)”. (HR. Al-Bukhariy dalam “Al-Adabul Mufrad” dan Muslim dalam “Shahih“nya. Dan Al-Imam Al-Bukhariy dalam “Shahih“nya membuat bab khusus “Dosa bagi siapa saja yang menaungi pelaku bid’ah” diriyawatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu). Dan Allah Ta’ala berkata:


وَلَا تُجَادِلْ عَنِ الَّذِينَ يَخْتَانُونَ أَنْفُسَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ خَوَّانًا أَثِيمًا (107) يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا (108) هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ جَادَلْتُمْ عَنْهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فَمَنْ يُجَادِلُ اللَّهَ عَنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَمْ مَنْ يَكُونُ عَلَيْهِمْ وَكِيلًا (109) [النساء/107-110]


Telah dimaklumi pula bahwa siapa saja yang terus menerus membela ahlul bathil setelah sampai padanya hujjah maka itu menunjukkan kalau orang tersebut senang mempermainkan syari’at Allah Ta’ala, Allah Ta’ala berkata:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آَيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ [الأنعام/68]


Terpahami dengan gamblang dari ayat tersebut adanya penjelasan tentang tidak bolehnya duduk dengan ahlul bathil baik itu dari kalangan hizbiyyin atau dari kalangan para pembelanya dan yang bersama mereka, dan barang siapa yang terus bersama mereka maka layak untuk diperlakukan seperti mereka. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam “Al-Istiqamah” (Juz. 1/Hal. 217): Dan sungguh Allah Subhanah telah memerintahkan untuk berpaling dari perkataan orang-orang yang mempermainkan (memperdebatkan) ayat-ayat-Nya, dan bagaimana bisa setiap mendengar perkataan itu dianggab terpuji? Dan Allah Ta’ala berkata:


وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آَيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ [النساء/140].


Termasuk diantara syubhat berliku-liku itu:


* Telah kami berbuat baik kepada orang-orang Indonesia di Dammaj itu, namun mereka tidak mau berbuat baik dengan kami, kami menyalami mereka walaupun mereka tidak mau menyalami kami.


Tanggapan:

Telah disampaikan kepada kami Abu Nu’aim Ali bin Mu’allim Al-Jawiy Hafizhahullah: Bahwa Abu Sa’id Yahya Al-Maidaniy menebarkan syubhat yang semakna dengan ini, dia berkata: “Teman-temannya semisal Riho, Sahal dan Azhari dan yang lainnya tidak melarangnya untuk duduk dan menyalami orang-orang yang [sebagai mana disebutkan dalam syubhat tersebut]“, dan pada akhir perkataannya: “Walau kalian tidak mau salam tetap kami salam”. Maka kami katakan: Justru orang semisal Abu Sa’id Yahya dan orang-orang yang memiliki syubhat seperti inilah orang yang tidak bisa berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat baik kepada mereka. Ketika orang baik bersusah payah mengurus proses pemberangkatan mereka –dengan tanpa mengharap sepersen dolar pun dari mereka- dengan menghubungi pihak travel untuk membicarakan proses pemberangkatan dan kepengurusan sopir untuk bisa sampai di Darul Hadits Dammaj, namun ketika mereka sampai orang yang baik menjemputnya di tempat parkir mobil langsung si Abu Sa’id Yahya ini melontarkan perkataan: “Kami tidak mau sama kalian tapi kami sama mereka!”.

Tidak diragukan lagi bagi orang yang pandai mensyukuri kebaikan bahwa prilaku dan perkataan semisal ini bukanlah dari prilaku baik dan bukan jiwa kebaikan, tapi bahkan dengan sikap tersebut menampakan watak jeleknya dalam bersikap, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berkata:


«لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ».

“Tidak bersyukur kepada Allah siapa yang tidak bersyukur kepada manusia“. (HR. At-Tirmidzi, an beliau berkata: Ini adalah hadits hasan shohih, hadits dari Abu Hurairah).

Tidak perlu men-tazkiyah diri kalau kalian sebagai orang baik yang telah berbuat baik, dan jangan mengira perbuatan kalian seperti itu akan mengantarkan kalian kepada kebaikan, sekali-kali tidak! Tapi dengan perbuatan kalian itu justru akan mengantarkan kalian kepada kejelakan dan kehinaan karena kalian telah mengkufuri kebaikan dan orang, Allah Ta’ala berkata:


لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ [إبراهيم/7]

“Jika kalian bersyukur, maka sungguh pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim: 7). 

Tidak hanya itu yang dilakukan oleh Abu Said Yahya ini, tapi bahkan lebih dari itu! Ketika di Indonesia dia juga menampakan akhlaq buruk dan prilaku jeleknya kepada beberapa ikhwah salafiyyin ketika datang menziarahi kawan-kawannya di Ma’had Hizbiy Darul Atsar Gresik yang posisi mereka sebagai tamu, tapi ternyata seusai shalat shubuh langsung Abu Said Yahya naik mimbar layaknya seorang orator langsung menyakiti para tamu dan diantara isi oratornya: “Ma’had baru bangun sudah dituduh minta-minta!”

Tentu isi oratornya ini sebagai bentuk pengingkaran kalau ma’had hizbiy Darul Atsar itu dibangun dari hasil minta-minta, ini menunjukan kalau orang ini gegabah dalam membela hizbiyyah sang pendiri Ma’had Darul Atsar Kholiful Hadi, maka pantaslah perkataan Allah Ta’ala sebagai hujjah atas mereka:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36) وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا (37) كُلُّ ذَلِكَ كَانَ سَيِّئُهُ عِنْدَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا (38) [الإسراء/36-38]


Terlihat dengan jelas si Abu Sa’id Yahya ini memiliki sebagian kesamaan prilaku dengan ustadznya si hizbiy pendusta Kholiful Hadi. Ketika sudah merencanakan mendirikan ma’had mulailah menyuruh muridnya untuk mengetik proposal, ketika dikatakan bukankah ini minta-minta? Apa jawabannya: “Ini bukan minta-minta tapi pengajuan!” Memang dasar buta hati, kamu memang tidak buta huruf tapi buta hati, sungguh layak perkataan Allah Ta’ala sebagai hujatan atasmu:


فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ [الحج/46]


Tahu dari mana kamu wahai hizbiy penipu cara seperti ini? Apa karena kamu jahil tentang aqidah jadi mengikuti para penta’wil dan para pemaling-malingan makna dan maksud? Ataukah kamu ingin mengikuti cara-cara Bani Israil dalam mempermainkan hukum syari’at?

Tak heran pula ketika juragang pengemis Abdullah Bojonegoro meminta dana untuk ma’had hizbiy Darul Atsar tadi maka Feri Riau (alias Salman) berkata kepada si hizbiy penipu ini: Bukankah ini minta-minta? Apa jawabannya: “Oh ini bukan minta-minta, karena uangnya memang sudah ada dan akan diberikan ke Muhammadiyah atau NU, dibanding diambil mereka nanti digunakan untuk kebid’ahan mending kita saja yang ambil!”.

Terlihat dari sini kalau ustadz ini memang gendeng, ucapannya ini persis dengan anak-anak kuliahan yang sok sok islamiy yang berkata: “Dari pada akhwat itu pacaran dengan teman-teman preman mending pacaran sama sayalah biar saya menjaganya”. Kalaulah seandanya mereka itu waras tentu akan berkata: Cukuplah mereka terjatuh dalam dosa maksiat itu! Cukuplah mereka meminta-minta karena itu haram! Cukuplah orang-orang itu pacaran yang penting saya bisa jaga diri dan tidak pacaran”.

Tidak bisa dipungkiri lagi kalau ma’had hizbiy Darul Atsar Gresik itu dibangun di atas dasar keharaman (hasil ngemis) [telah banyak kami sebutkan buktinya dalam tulisan-tulisan kami dan juga telah kami ceritakan].

Tapi memang yang namanya hizbiyyun punya saja cara tersendiri untuk membersihkan dosa dan aib dirinya dari mata manusia, yang pada akhirnya murid-murid yang berhasil dipengaruhi semisal Abu Sa’id Yahya ini diperalat sebagai benteng dan sebagai pembelanya, maka kami berikan tembakan jitu berikutnya:

Tertawalah kau kar’na bisa menipu yang tak tahu menahu

Tapi yang jujur kan membuatmu menangis karna kau menipu


Teringat bahwa syubhat yang mereka tebarkan ini persis dengan yang pernah dipraktekkan oleh asatidz KABAIR, mereka tidak akan mau mengajar kecuali ada uang saku atau bahasa pengalihan mereka “Uang bensin”, maka tentu ini bukan dari metode dakwah salafiyyah, Allah Ta’ala mengisahkan tentang perkataan dan dakwah para Nabi:


وَيَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ [هود/29]

يَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلَا تَعْقِلُونَ [هود/51]

قُلْ مَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ فَهُوَ لَكُمْ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ [سبأ/47]

Dan Allah Ta’ala menyebutkan perkataan mereka dalam surat Asy-Syu’araa’ sebanyak 5 (lima) kali berulang-ulang yaitu:


وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ. [الشعراء/109] 

Terlihat dari sini kalau perbuatan mereka dalam dakwah dan beraktivitas bukan dibangun di atas keikhlasan, karena orang yang ikhlas itu hanya mengharap kepada Robbnya, Allah Ta’ala berkata:


وَلَا تَهِنُوا فِي ابْتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا [النساء/104].